Perikanan/Pertanian/Perkebunan

Cari Blog Ini

Kamis, 01 Desember 2011

Antisipasi Pemerintah Terhadap Perubahan Iklim dalam Menghadapi Krisis Ketahanan Pangan di Indonesia


Membangun Ketahanan Pangan (foto :Illustrasi)

Terjadi  perubahan cuaca yang berubah setiap saat akan mengakibatkan terjadinya anomali cuaca yang tak dapat diduga setiap saat dan hal ini memicu terjadinya musim tanam yang tidak beraturan, melaut yang tidak menentu dengan hasil yang tidak optimal, produksi pakan ternak alami terganggu, hal ini akan mempengaruhi berbagai macam produksi dari berbagai sektor yang ada, sehingga akan mengakibatkan kerawanan pangan. Oleh sebab itu peranan Badan Meteorologi dan Geofisika harus cepat dan tepat merilis prakiraan cuaca kepada stakholder yang berkepentingan dengan perubahan cuaca yang mendadak, karena kewajiban ini adalah merupakan kewajiban BMKG sebagai perpanjangan tangan pemerintah untuk memberikan prakiraan cuaca setiap saat. Kecenderungan yang ada informasi hanya dapat diakses oleh kalangan yang memiliki media audio visual serta dapat mengakses  teknologi informasi, dan informasi yang diberikan tidak diketahui oleh petani, nelayan, peternak, pembudidaya ikan dan sejenisnya, yang bersentuhan langsung  dengan kegiatan yang menghasilkan produk pangan di Indonesia. Hal ini juga disebabkan informasi tidak diakses dan disampaikan secara langsung melalui petugas yang berkepentingan dilapangan diantaranya Petugas Lapangan, Penyuluh, Pamong Desa, dan lain-lainnya yang langsung berinteraksi dengan masyarakat dan lembaga yang berkepentingan dengan prakiraan cuaca di tingkat bawah. 
Dalam menghadapi anomali iklim yang dampaknya terjadi el nina atau bisa juga terjadi La nina hal ini perlu dilakukan langkah-langkah antisipasi oleh pemerintah dalam rangka menjaga kestabilan stok pangan untuk mengantisipasi kerawanan pangan di Indonesia. Maka pemerintah perlu menyediakan stok pangan yang cukup, dan kenyataannya memang selama ini pemerintah pusat telah melakukan berbagai upaya dalam  mengamankan ketersediaan pangan seperti yang pernah diutarakan oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi  bahwa import yang dilakukan pemerintah adalah untuk menyelematkan stok pangan dengan harga terjangkau. Akan tetapi kajian kebijakan import yang dilakukan tidak diikuti oleh kebijakan yang diimbangi oleh prakiraan cuaca yang diketahui sejak dini oleh Departemen yang berkaitan langsung  dengan kebijakan ketahanan pangan, karena prakiraan cuaca juga perlu diketahui oleh pengambil kebijakan import pangan diantaranya Deperindag , Deptan, Bulog dan Departemen lainnya yang  terkait. Kita tidak dapat membayangkan dengan anomali cuaca yang dialami oleh Thailand dan Vietnam, sehingga kedua negara tersebut terkena bencana banjir dan baru-baru ini membatasi kebijakan eksport pangannya untuk menjaga ketahanan pangan di negaranya. Dan ini akan menyulitkan posisi Indonesia dalam kebijakan importnya, karena harus mencari negara alternatif diantaranya India dan China. Kitapun belum mengetahui sejauhmana kurun waktu mereka berkeinginan untuk mengeksport produk pangan ke Indonesia terlebih kedua negara itu mempunyai jumlah penduduknya yang banyak dan tentunya membutuhkan pangan yang sangat banyak sehingga kebijakan eksport yang dilakukan sewaktu-waktu dapat berubah. Hal ini harus diimbangi oleh kemandirian pangan di Indonesia dan tidak terjebak oleh ketergantungan terhadap import produk pangan, dan menyulitkan posisi  Indonesia dalam kemandirian pangan. Salah satu upaya dilakukan pemerintah pusat adalah program P2BN dalam rangka peningkatan produksi beras di Indonesia. 
Selain peran pemerintah Pusat, kemandirian pangan tidak lepas dari campur tangan pemerintah daerah sebagai pemegang hak otonomi dalam memelihara kelestarian lingkungan di daerahnya karena dampaknya sangat signifikan terhadap perubahan iklim, maka peran pemerintah daerah dalam memelihara kelestarian lingkungan hidup sangat mutlak, sehingga dapat mengurangi dampak kerusakan lingkungan yang pengaruhnya akan berimbas terhadap anomali cuaca. Karena prinsip otonomi daerah adalah pendewasaan daerah untuk mengurus dirinya sendiri dan salah satu tujuan otonomi adalah untuk kemajuan daerah. Sehingga pemerintah daerah berkewajiban memelihara lingkungan hidup di daerahnya.
Seandainya daerah mau mengambil langkah-langkah untuk stok pangan, setidaknya setiap tiga bulan merilis laporan kemajuan ketahanan pangan di daerahnya  dan pemerintah daerah berusaha mengantisipasinya. Seperti contoh  Kabupaten Talaud yang topografinya berbeda dengan daerah lain sehingga harus ada kebijakan daerah untuk mengantisipasi kerawanan pangan secara khusus, contoh lain kepulauan Saumlaki yang nun jauh disana serta kerap terjadi gempa bumi inipun perlu antisipasi yang lebih awal dalam mengamankan ketahanan pangan di daerah itu, dan banyak lagi kabupaten-kabupaten yang terpencil dan infrastruktur belum memadai perlu adanya kecerdasan pimpinan daerahnya dalam mengantisipasi kerawanan pangan.
Manajemen koordinasi perubahan cuaca yang perlu dilakukan adalah langkah-langkah antisipasi dalam perubahan cuaca yang terjadi di daerah. Jika kemarau panjang dan produksi turun maka perlu langkah koordinasi dari unit-unit kerja di daerah sehingga dengan demikian ada kesinergian dalam mengantisipasi kerawanan pangan di Indonesia. Begitu pula jika produksi naik perlu langkah-langkah antisipasi agar tidak terjadi stok berlebih yang mengakibatkan produktivitas rendah, sehingga pangan yang dihasilkan tidak meningkatkan nilai tambah untuk perbaikan ekonomi. Artinya program pemerintah dalam mewujudkan kreatifitas masyarakat serta diversifikasi pangan tidak terwujud sehingga sektor hulu  dan  hilir tidak merasa diuntungkan dengan kebijakan pemerintah daerah tersebut.
Bagaimana peran pemerintah daerah untuk mengantisipasi keputusasaan petani dalam berusaha taninya, yaitu dengan cara memberikan kebijakan yang strategis untuk menghadapi hal tersebut, diantaranya pemberian kredit usaha dengan bunga kredit yang terjangkau, bantuan bibit unggul, serta kebijakan-kebijakan yang lain untuk mendukung upaya ketahanan pangan di daerahnya. Bukan hal yang tidak diperbolehkan jika pemerintah daerah menyediakan dana stimulus yang pro terhadap ketahanan pangan bagi rakyatnya, baik di sektor pertanian, perikanan, peternakan dan perkebunan, dan hal tersebut tidak perlu meminta rujukan dari pemerintah pusat, karena kebijakan ini merupakan kebijakan yang secepatnya harus diantisipasi.
Selain mengantisipasi terjadinya gejolak  ketahanan pangan yang diakibatkan oleh anomali cuaca maka pemerintah daerah harus berusaha mendorong produk unggulan di daerahnya, jika daerahnya 50 % masyarakatnya bergerak dalam bidang perikanan dengan demikian pemerintah daerah harus memberikan dorongan terhadap sektor perikanan, demikian juga pada sektor-sektor yang strategis lainnya dengan demikian dapat menunjang keberhasilan ketahanan pangan di daerahnya.
Upaya yang dilakukan pemerintah daerah untuk menopang ketahanan pangan yang kokoh adalah bukan hal yang mustahil apalagi sekarang kewenangan sudah berada di pihak pemerintah daerah, dan pemerintah pusat hanya berwenang terhadap moneter, peradilan, agama, keamanan dan pendidikan (UU Nomor 33 ), hal itu ditunjang dengan kucuran dana yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sebanyak 500 trilyun yang diserahkan dan untuk dikelola oleh daerah. Namun permasalahan yang muncul apakah anggaran itu sudah benar apa belum. Karena kebijakan pembiayaan belanja daerah terlebih ketahanan pangan di daerahnya adalah selain mutlak kewajiban dari pemerintah pusat tapi disana ada kewenangan daerah untuk campur tangan dalam kebijakan ketahanan pangannya. Tinggal adanya kebijaksanaan serta kecerdasan dalam pengembangan daerahnya masing-masing. Dan kenyataannya memang ada beberapa daerah yang berhasil dalam mengelola dana untuk ketahanan pangan di daerahnya dan sebaliknya ada daerah yang belum berhasil ke arah itu.
Kewenangan daerah dalam menjaga ketahanan pangan, menjaga kelestarian lingkungan hidup, dan yang utama adalah pergerakan ekonomi dalam menjaga kestabilan ekonomi hal ini tidak terlepas dari peran pemerintah daerah dalam menjaga iklim investasi di daerahnya. Hal itu tidak lantas tertumpu kepada pemerintah daerah dan organisasi bawahannya akan tetapi didukung oleh peran masyarakat dalam membantu iklim investasi di daerahnya. Dalam UU 574 dikatakan bahwa rakyat harus membantu iklim investasi ke daerahnya, dengan demikian rakyat turut menjaga hal tersebut dengan cara memelihara keamanan di daerahnya dan tidak ikut serta memelihara kekacauan di daerahnya, sehingga terlahir kemandirian rakyat dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup dan menciptakan iklim investasi yang sehat. Karena kemandirian itu didorong oleh iklim kemandirian rakyat, contoh Propinsi Bali masyarakatnya sadar akan peran sertanya dalam keamanan di daerahnya dengan cara menjaga keamanan itu secara bersama-sama dicontohkan dengan hadirnya pecalang dalam membantu menjaga keamanan di Bali, karena mereka sadar bahwa mereka hidup dari sektor pariwisata. Contoh lain Singapura negara yang hampir 75 % mengandalkan sektor pariwisata berusaha untuk membantu citranya dalam pembangunan investasi di negaranya, jika kita menaiki taksi kemudian kita ketinggalan dompet maka kita akan dikejarnya untuk mengembalikan dompet kita yang ketinggalan di jok tadi, karena sopir taksi itu sadar bahwa dia dan negaranya hidup dari sektor pariwisata. Jika hal tersebut diterapkan di seluruh daerah di Indonesia bukan mustahil kemandirian rakyat akan terwujud dan dampaknya kestabilan ekonomi dan akan berpengaruh nyata terhadap kemandirian ekonomi serta ketahanan pangan di Indonesia. Sehingga kalau saya ambil contoh jika kabupaten kuat dengan sektor perikanan maka masyarakat dengan pemerintah daerah harus berjibaku untuk mendorong iklim investasi perikanan di daerahnya. Dan pemerintah daerah harus terbuka dan transparansi dalam membangun ketahanan pangan di daerahnya.
Pemerintah pusat dan daerah harus bersiap atau antisipasi sejak dini dalam rangka pengamanan ketahanan pangan di daerah, gerakan itu diawali dengan langkah yang sinergi dari tiap-tiap kementerian dan di daerah dari tiap-tiap badan dan instansi dalam membangun ketahanan pangan di Indonesia.
Salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi dampak anomali cuaca yang diakibatkan oleh perusakan lingkungan salah satunya adalah upaya migitasi (pencegahan terhadap perubahan iklim), upaya ini cakupannya sangat luas yaitu dalam jangka panjang berupa pemeliharaan hutan yang lestari serta memelihara kawasan yang sudah ditetapkan menjadi kawasan hutan terlindungi. Dengan cara memetakan peta geologi yang ditampilkan dalam menghadapi perusakan lingkungan hidup. Bukan hanya hutan saja tetapi sungai juga harus tetap dipelihara dengan penertiban terhadap perusakan sungai baik pendangkalan karena pembuangan sampah sembarangan dan pembangunan yang tidak ramah lingkungan, dengan cara pengaturan tata ruang yang telah diatur dalam peraturan daerah. Dan itupun harus didukung oleh lapisan masyarakat diantara masyarakat sadar terhadap pengusuran terhadap pemanfaatan lahan yang tidak semestinya dilakukan. Selain itu peran pers dalam memberikan pencerahan terhadap kebijakan yang dilakukan, karena selama ini penggusuran yang dilakukan oleh pemerintah di daerah terlindungi dan merupakan resapan air dalam rangka penyelamatan lingkungan hidup cenderung di blow up oleh media seolah-olah hal tersebut tak selayaknya dilakukan oleh pemerintah. Dan sebaliknya pemerintah terlalu mudah memberikan izin usaha atau pendirian bangunan di daerah yang nota bene harus dilindungi keberadaan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya perambahan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar yang dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit. Dalam jangka panjang akibatnya akan berpengaruh terhadap ketersediaan lahan hutan yang lestari. Karena dengan kondisi lingkungan yang rusak akan berdampak terhadap iklim, dan iklim yang baik akan berakibat terhadap ketersediaan pangan baik langsung maupun tidak langsung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar