Perikanan/Pertanian/Perkebunan

Cari Blog Ini

Selasa, 20 April 2010

Upah




Upah dan Peranannya terhadap  Motivasi dan Kepuasan
Dalam Meningkatkan Kinerja Pekerja Perusahaan

Oleh : Dadang Rusnandar

A b s t r a k

Sistem upah dirasakan adil dan kompetitif oleh karyawan, maka perusahaan akan lebih mudah untuk menarik pekerja yang potensial, mempertahankannya dan memotivasi agar lebih meningkatkan kinerjanya, sehingga produktivitas meningkat dan perusahaan mampu menghasilkan produk dengan harga yang kompetitif, yang pada akhirnya, perusahaan bukan hanya unggul dalam persaingan, namun juga mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya, bahkan mampu meningkatkan profitabilitas dan mengembangkan usahanya. Upah cenderung mempengaruhi secara langsung motivasi dan kepuasan kerja akan membentuk kinerja yang baik, selanjutnya dengan kinerja yang baik dari pekerja pada gilirannya akan mempengaruhi efisiensi dan provitabilitas perusahaan.
Kata kunci : Upah , Motivasi , Kepuasan dan Kinerja

Pendahuluan
           
 Pada berbagai bidang khususnya kehidupan berorganisasi, faktor manusia merupakan masalah utama disetiap kegiatan yang ada didalamnya. Hal ini dikarenakan adanya garis ketersinggungan atau interaksi antar individu itu sendiri, pada organisasi maupun pada teknologinya. Hal ini mengakibatkan kehidupan dinamik dalam suatu organisasi akan menjadi suatu dinamika itu sendiri.  Produktivitas kerja merupakan suatu hasil kerja dari seorang karyawan. Hasil kerja karyawan ini merupakan suatu proses bekerja dari seseorang dalam menghasilkan suatu barang atau jasa. Proses kerja dari karyawan ini merupakan kinerja dari karyawan. Sering terjadi produktivitas kerja karyawan menurun dikarenakan kemungkinan adanya ketidaknyamanan dalam bekerja, upah yang minim dan juga ketidak puasan dalam bekerja.
Permasalahan tentang produktivitas kerja ini merupakan permasalahan umum yang terjadi pada setiap perusahaan. Kadang produktivitas kerja seorang karyawan cenderung menurun dan pengaruhnya adalah merosotnya suatu perusahaan. Bila tidak diatasi dengan baik maka perusahaan tersebut akan cenderung mengalami penurunan yang signifikan. Salah satu hal yang dapat menurunkan produktivitas pekerja adalah proses industrialisasi.
Proses industrialisasi yang bertumpu pada efisiensi dan keefektifan kerja sangat membutuhkan peran sumber daya manusia yang berkualitas, kebutuhan sumber daya manusia yang berkualitas ini menjadi isu yang sangat menonjol di Indonesia dewasa ini. Namun sejalan dengan itu industrialisasi sering pula membawa masalah lain dalam ketenagakerjaan seperti tuntutan kenaikan upah, ketidakpuasan dalam mutasi, promosi, motivasi, dan rendahnya kinerja pekerja.
            Hal-hal seperti ini menjadi contoh konkrit betapa masalah ketenagakerjaan menjadi sesuatu yang sangat serius. Dewasa ini dengan semakin ketatnya persaingan bisnis mengakibatkan perusahaan dihadapkan pada tantangan untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh karena itu perusahaan harus mampu besaing, dan salah satu alat yang dapat digunakan oleh perusahaan adalah upah.
            Jika sistem upah dirasakan adil dan kompetitif oleh karyawan, maka perusahaan akan lebih mudah untuk menarik pekerja yang potensial, mempertahankannya dan memotivasi agar lebih meningkatkan kinerjanya, sehingga produktivitas meningkat dan perusahaan mampu menghasilkan produk dengan harga yang kompetitif, yang pada akhirnya, perusahaan bukan hanya unggul dalam persaingan, namun juga mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya, bahkan mampu meningkatkan profitabilitas dan mengembangkan usahanya. Selanjutnya dikemukakan bahwa dalam menjalankan kegiatan usahanya, suatu perusahaan tentu membutuhkan berbagai sumberdaya, seperti modal, material, mesin, dan perusahaan juga membutuhkan sumber daya manusia, yaitu pekerja. Pekerja merupakan sumber daya yang penting bagi perusahaan, karena memiliki kemampuan tenaga, bakat, dan kreativitas yang sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya.
            Sebaliknya pekerja juga mempunyai berbagai macam kebutuhan yang ingin dipenuhinya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan inilah yang dipandang sebagai pendorong atau penggerak bagi seseorang untuk bekerja atau melakukan sesuatu pekerjaan. Bagi sebahagian pekerja, harapan untuk mendapatkan uang atau upah adalah satusatunya alasan untuk bekerja, walaupun ada yang lain beranggapan bahwa uang atau upah hanyalah salah satu dari sekian banyak kebutuhan yang terpenuhi melalui kerja. Kebutuhan lain yang terpenuhi melaui kerja antara lain dengan bekerja akan merasa dihargai oleh masyarakat sekitarnya, akan memperoleh berbagai fasilitas dan simbolsimbol status dari perusahaan dimana mereka bekerja. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesediaan pekerja untuk mencurahkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan, tenaga dan waktu, sebenarnya mengharapkan adanya imbalan dari pihak perusahaan yang dapat memuaskan kebutuhannya.
            Menurut Ike Kusdyah Rachmawati (2007), upah menjadi alasan yang paling penting mengapa orang bekerja diantara alasan lain, seperti untuk berprestasi, berafiliasi dengan orang lain, mengembangkan diri, atau untuk mengaktualisasikan diri. Paling tidak 90 persen pertentangan antara pekerja dan majikan disebabkan oleh masalah upah, bukan yang lain. Ini menjadi bukti bahwa upah merupakan aspek yang penting. Lebih lanjut dikatakan bahwa dari sudut pandang perusahaan, memberikan upah menjadi salah satu faktor penting dalam meningkatkan kepuasan kerja, memotivasi pegawai, merangsang pegawai baru yang berkualitas untuk memasuki perusahaan, mempertahankan pegawai yang ada, dan meningkatkan kinerja.
            Senada dengan itu, Suwarto (2003) mengemukakan bahwa upah merupakan salah satu aspek yang paling sensitif didalam hubungan kerja dan hubungan industrial. Antara 70 – 80 % kasus yang terjadi dalam hubungan kerja dan hubungan industrial mengandung masalah pengupahan dan berbagai segi yang terkait, seperti tunjangan, kenaikan upah, struktur upah, skala upah. Selanjutnya dikatakan bahwa dalam prakteknya masih banyak perusahaan yang belum memahami secara benar sistem pengupahan. Ada sementara yang beranggapan bahwa dengan melaksanakan upah minimum sudah merasa memenuhi ketentuan pengupahan yang berlaku, sehingga mereka berharap tidak akan terjadi masalah yang berkaitan dengan upah pekerja. Pemahaman semacam ini perlu diluruskan dengan mendalami makna dan pengertian upah minimum dan sistem pengupahan secara keseluruhan.

A. Pandangan Berbeda Tentang Upah
            Masalah yang dapat timbul dalam bidang pengupahan adalah bahwa pengusaha dan pekerja pada umumnya mempunyai pengertian dan kepentingan yang berbeda mengenai upah. Bagi pengusaha, upah dapat dipandang sebagai beban atau biaya yang harus dibayarkan kepada pekerja dan diperhitungkan dalam penentuan biaya total. Semakin besar upah yang dibayarkan kepada pekerja, semakin kecil proporsi keuntungan bagi pengusaha.
            Segala sesuatu yang dikeluarkan oleh pengusaha sehubungan dengan mempekerjakan seseorang dipandang sebagai komponen upah, misalnya uang tunai, tunjangan, pengangkutan, kesehatan, konsumsi yang disediakan dalam menjalankan tugas, pembayaran upah waktu libur, cuti dan sakit, fasilitas rekreasi. Dilain pihak, pekerja dan keluarganya menganggap upah hanya sebagai apa yang diterimanya dalam bentuk uang (takehome pay) sebagai penghasilan menggunakan tenaganya kepada pengusaha.
            Pada kenyataan menunjukkan bahwa hanya sedikit pengusaha yang secara sadar dan sukarela dan terus menerus berusaha meningkatkan kehidupan karyawannya, terutama pekerja golongan rendah. Dilain pihak pekerja melalui serikat pekerja dan atau dengan mengundang campur tangan pemerintah selalu menuntut kenaikan upah. Tuntutan seperti itu yang tidak disertai dengan peningkatan produktivitas kerja akan mendorong pengusaha :
 (1) mengurangi penggunaan pekerja dengan menurunkan produksi
 (2) menggunakan tekhnologi yang lebih padat modal dan
 (3) menaikkan harga jual barang yang kemudian mendorong inflasi.
            Masalah yang lain yang dihadapi dalam bidang pengupahan dewasa ini adalah rendahnya tingkat upah dan pendapatan masyarakat. Banyak pekerja yang berpenghasilan rendah, bahkan lebih rendah dari kebutuhan fisik minimum. Hal ini akan menyebabkan rendahnya produktivitas dan kinerja pekerja. Menurut Suwarto (2003) bahwa bagi pekerja, upah merupakan sumber pendapatan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
            Oleh karena itu, sesuai dengan tujuan seseorang bekerja, maka melalui peningkatan upah kesejahteraan seseorang dapat ditingkatkan. Sebab apabila upah semakin besar, maka makin besar pula peluang seseorang untuk dapat memenuhi dan memperbaiki tingkat hidupnya, seperti pemenuhan kebutuhan akan sandang, pangan, papan, kesehatan, rekreasi dan lainnya. Sementara itu bagi pengusaha, upah merupakan biaya produksi. Oleh karenanya, setiap terjadi peningkatan upah maka akan terjadi peningkatan biaya.

B. Upah, Motivasi, Kepuasan dan Kinerja
            Dalam manajemen sumberdaya manusia, upah sebaiknya dilihat sebagai investasi atau human investment. Sebagai human investment, kenaikan upah atau kesejahteraan tenaga kerja dapat dilihat sebagai perbaikan atau peningkatan kualitas sumberdaya manusia atau pekerja, yang hasilnya akan diperoleh kemudian.
            Apabila perbaikan kesehatan dan gizi, perbaikan keterampilan melalui tambahan pendidikan, latihan, perbaikan disiplin, peningkatan semangat kerja, dan adanya ketenangan kerja, akan mendorong naiknya produktivitas dan kinerja pekerja. Selanjutnya dengan adanya semangat dan gairah kerja yang tinggi, maka rasa tanggung jawab, dedikasi, dan kreativitas inovasi dapat pula diharapkan meningkat. Sebaliknya, usaha menekan upah serendah mungkin, sering terbentur pada halhal yang dapat mengganggu jalannya proses produksi perusahaan, selain dapat mengakibatkan unjuk rasa, pemogokan, keresahan dan sikap apatis, hal ini bertentangan pula dengan UU RI No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya mengenai pemberian upah minimal, dalam hal ini Upah Minimum Propinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK).
            Dalam hubungannya antara upah dan kinerja, Gibson (1996), mengemukakan bahwa salah satu yang mempengaruhi kinerja individu yang sangat kuat adalah sistem balas jasa/upah organisasi atau perusahaan. Organisasi dapat menggunakan balas jasa/upah untuk meningkatkan kinerja saat ini, juga untuk menarik pekerja yang terampil untuk bergabung dalam organisasi atau perusahaan.
            Dalam hal ini aspek upah menjadi penting, karena penghargaan (upah) akan menjadi efektif jika dihubungkan dengan kinerja secara nyata (Noe, 2000). Strategi upah yang efektif diharapkan dapat memberikan sumbangan pada terpeliharanya kelangsungan hidup satuan kerja, terwujudnya visi dan misi dan untuk pencapaian sasaran kerja.
            Selanjutnya Feldman (1988) mengemukakan bahwa prinsip dasar manajemen menyatakan bahwa kinerja merupakan perpaduan antara motivasi yang ada pada diri seseorang dan kemampuannya dalam melaksanakan tugas pekerjaan : Kinerja = f (motivasi, kemampuan). Hal yang sama dikemukakan oleh Hellriegel (1989) menyatakan kinerja individu sebagai hasil perkalian atau fungsi dari motivasi dan kemampuan. Formula kinerja adalah sebagai berikut: Kinerja (p) = fungsi (kemampuan dan motivasi) atau performance = (ability x motivation). Secara spesifik Dessler (1997) menegaskan bahwa uang adalah faktor utama yang menggerakkan motivasi seseorang untuk berprestasi. Disisi lain, karateristik kepuasan berkaitan erat dengan faktorfaktor yang membangkitkan atau memulai perilaku (Gitosoedarmo & Sudita, 1997).
            Dari teoriteori yang dikemukakan pada pakar di atas dapat disimpulkan bahwa upah cenderung mempengaruhi secara langsung motivasi kerja, dan kepuasan kerja yang akan membentuk kinerja yang baik, selanjutnya dengan kinerja yang baik dari pekerja pada gilirannya akan mempengaruhi efisiensi dan provitabilitas perusahaan. Pola hubungan upah, kepuasan kerja dan motivasi kerja, dalam arti seberapa besar kekuatan upah mempengaruhi kepuasan kerja, dan seberapa tinggi kemampuan upah mempengaruhi motivasi kerja, telah dikaji oleh Igalens & Roussell (1999). Hasilnya, semua dimensi paket upah, kecuali benefit, menunjukkan hubungan signifikan dengan kepuasan dan motivasi.
            Penelitian Kovach (1995), menghasilkan ranking faktor yang mempengaruhi motivasi pekerja untuk bekerja yaitu : bekerja itu penting, memiliki apresiasi penuh dalam bekerja, perasaan memiliki sesuatu, keamanan kerja, tingkat upah yang baik. Beberapa peneliti dalam Panggabean (2004) : mengungkapkan bahwa penghargaan dapat mempengaruhi tingkat motivasi karyawan (Lawler, 1984). Hasil penelitian Herpen, Praag, dan Cools (2003) menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara kompensasi/upah dengan motivasi.
            Maryanto (2004) dalam penelitiannya menyatakan bahwa imbalan berpengaruh secara positif terhadap motivasi kerja pekerja. Selain dari pada itu penelitian yang dilakukan oleh Arianto (2004), dan Guritno & Waridin (2005) mengemukakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pekerja. Dan studi yang dilakukan oleh Madu (1996) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kepuasan kerja pekerja dengan kinerja, baik untuk perusahaan besar maupun perusahaan kecil. Kinerja pekerja dapat ditingkatkan melalui berbagai upaya yang dilakukan oleh perusahaan maupun usaha pekerja itu sendiri. Kinerja yang baik merupakan kebutuhan pekerja itu sendiri, disamping itu untuk mendukung tujuan yang ingin dicapai perusahaan.

Kesimpulan
            Upah dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi karyawan untukmeningkatkan prestasi kerja mereka dan merangsang para karyawan untukmberperan aktif dalam peran pencapaian tujuan perusahaan. Selain itu, upah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan.Oleh perusahaan, upah sebaiknya dilihat sebagai investasi atau human investment. Sebagai human investment, kenaikan upah atau kesejahteraan tenaga kerja dapat dilihat sebagai perbaikan atau peningkatan kualitas sumberdaya manusia atau pekerja, yang hasilnya akan diperoleh kemudian. Apabila perusahaan melakukan perbaikan atau peningkatan upah, perbaikan kesehatan dan gizi, perbaikan keterampilan melalui tambahan pendidikan, latihan, perbaikan disiplin, peningkatan semangat kerja, dan adanya ketenangan kerja, akan mendorong naiknya produktivitas dan kinerja pekerja.
            Pengaruh upah terhadap pekerja sangatlah besar. Motivasi kerja yang tinggi, kepuasan kerja, kinerja, dan juga keresahan, loyalitas, pekerja, banyak dipengaruhi oleh upah,


DAFTAR PUSTAKA


Armstrong M., 1992. A Hand Book of Human Resources Management,     Terjemahan,     Jakarta : Elex Media Kamputindo.

Belante, Don and Jackson, Mark, 1983, diterjemahkan oleh Wimandjaya K      L dan   M.Yasin, Ekonomi Ketenagakerjaan, edisi kedua, Jakarta,          LPFE UI.

Borjas, George J, 2000, Labour Economics, Secon Edition, Harvard University, United         States: Irwin McGrawhillInc.

Faustino Cardoso Gomes, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia,         Yogyakarta,
Andi     Offset.

Ike Kusdyah Rachmawati, 2007, Manajemen Sumberdaya    Manusia, Yogyakarta, Andi     Offset.

Michael Armstrong dan Helen Murlis, 2003, Reward Management, Jakarta, PT.Bhuana       Ilmu Populer.

Ninuk Muljani, 2002, Kompensasi Sebagai Motivator Untuk Meningkatkan      Kinerja             Karyawan, Jurnal Manajemen & Kewirausahaan Vol.4.

Sonny Sumarsono, 2003, Ekonomi Manajemen Sumberdaya Manusia dan             Ketenagakerjaan, Yogyakarta, Graha Ilmu.

Suyadi Prawirosentono, 2008, Kebijakan Kinerja Karyawan, Yogyakarta,    BPFEYogyakarta.

Suwarto, 2003, Hubungan Industrial Dalam Praktik, Jakarta, Asosiasi      Hubungan         Industrial Indonesia.

Simamora Henry, 2006, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta, STIE YPKN.

Tjutju Yuniarsih & Suwatno, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung, Alfabeta.

Veithzal Rivai, 2004, Manajemen Sumberdaya Manusia untuk Perusahaan           Dari Teori      ke Praktik, Jakarta, Murai Kencana

Nuzsep Almigo, 2008, Hubungan Antara Kepuasan Kerja Dengan Produktivitas Kerja Karyawan.   Fakultas Psikologi Universitas Bina Darma Palembang


www.deptan.go.idhttp:  //www.deptan.go.id/bpsdmp/

Senin, 19 April 2010

KALAU HARGA POKOK TERLALU TINGGI

Disarikan dari tulisan Tjiptono Darmadji tjiptono@darmadji.co.id
Dalam struktur laba rugi dari setiap perusahaan, maka harga pokok akan muncul sebagai pengurang yang pertama dari penjualan, sebelum memperhitungkan biaya-biaya yang lain. Harga pokok itu memang begitu pentingnya dan sekaligus juga begitu besarnya, sehingga besarnya laba kotor sangat tergantung pada perhitungan harga pokok. Ada perusahaan-perusahaan tertentu yang bisa menghasilkan laba kotor yang cukup besar, misalnya saja perusahaan pembuat kosmetik, tapi ada pula perusahaan yang memang hanya boleh mempunyai laba kotor yang relatif kecil, kurang dari 10% saja, seperti distributor. Yang punya laba kotor besar sebenarnya beruntung, karena punya ruang gerak yang lebih luas untuk biaya operasi dan bunga, sedangkan yang punya laba kotor kurang dari 10%, benar-benar harus hemat dengan biaya operasi perusahaannya, sedemikian rupa, sehingga masih bisa menyisakan laba operasi secukupnya, mungkin hanya 2-4% saja dan itupun masih harus cukup untuk membayar biaya bunga, sekiranya perusahaan masih harus menanggung biaya pinjaman. Karena itu perusahaan yang punya persentase laba kotor yang kecil atau persentase harga pokok yang tinggi, harus cenderung untuk membatasi diri dalam meminjam kepada bank atau sumber-sumber dana yang lain. Untungnya perusahaan yang demikian memang biasanya dapat mengandalkan seluruh kegiatan usahanya pada hutang usaha yang diberikan oleh pabrik. Harga pokok itu punya berbagai komponen, yang masing-masing besarnya tergantung pada sector usaha masing-masing dan masih juga tergantung pada bagaimana perusahaan itu di kelola. Secara teoretis setiap perusahaan mestinya bisa menghasilkan laba kotor, karena secara teoretis harga jual harus lebih besar dari pada harga pokok, namun dalam kenyataan tidaklah selalu demikian. Satu hal yang harus diperhatikan adalah bahwa harga jual itu tidak ditentukan begitu saja oleh produsen atas dasar harga pokok ditambah margin laba. Untuk barang-barang yang dapat dijumpai dengan mudah di pasar atau yang dikenal sebagai komoditas umum, ada semacam harga pasar yang dipakai sebagai patokan. Produsen harus menyesuaikan terhadap harga pasar yang terbentuk dan kemudian menyesuaikan produksinya sedemikian rupa, sehingga masih bisa menghasilkan laba kotor. Memang untuk produk-produk atau jasa yang langka, yang tidak ada bandingannya di pasar, bisa saja ditentukan harga jual yang aduhai tingginya, sehingga harga pokok menjadi tidak penting lagi. Ambillah sebagai contoh jasa di bidang arsitektur atau jasa dibidang keuangan seperti mergers dan akuisisi. Itupun ada batasnya, sehingga produsen tetap saja harus memperhatikan harga pokoknya. Pada umumnya komponen terbesar dari harga pokok adalah biaya bahan baku dan bahan penolong yang memang diperlukan untuk membuat produk barang jadi. Hal yang demikian dapat kita amati pada struktur biaya dari industri manufaktur. Fluktuasi dari harga pembelian bahan baku bisa sangat berpengaruh pada struktur harga pokok,
demikian pula halnya dengan fluktuasi nilai tukar, kalau bahan baku harus di impor. Selebihnya adalah kemampuan manajemen untuk bisa memperoleh bahan baku dan bahan penolong dengan harga yang paling rendah, tentu saja sepanjang kualitas memadai. Manajemen memang harus terus menerus mencari alternative baru untuk mengganti bahan baku yang digunakan atau suppliernya. Jangan hanya terpaku pada masa lalu. Selalu ada kemungkinan untuk menurunkan harga pokok, bilamana manajemen memang berusaha keras untuk itu. Komponen lain yang besar adalah komponen biaya tenaga kerja, terutama pada industri padat karya. Manajemen bisa mengurangi komponen ini kalau bisa mempelajari bagaimana membuat proses produksi menjadi lebih efisien. Salah satu alternative adalah automation, tetapi jangan lupa mesin dan peralatan yang digunakan juga tidak murah. Biaya tenaga kerja bisa menjadi tinggi, kalau banyak lembur, padahal selama lembur itu kemampuan produksi telah berkurang dibanding dengan jam kerja biasa. Banyak perusahaan masih relative inefisien karena susunan tenaga kerja yang berlapis-lapis sebagai bagian dari struktur pyramidal. Struktur berjenjang memang membuat banyak orang hanya menjadi bagian dari sistim, tapi tak banyak yang benar-benar menjadi operator. Adalah paling baik untuk menetapkan unit cost bagi masing-masing bagian dari produksi dan tidak terlalu banyak orang yang hanya menjadi penerima laporan dari bawahannya. Ketrampilan tenaga kerja juga sangat menentukan besarnya harga pokok. Bilamana tenaga kerja tidak trampil, maka proses produksi bisa mengandung banyk kesalahan, sehingga hasil produksi menjadi tidak sempurna. Mungkin karena kualitas hasil produksi tidak memadai, maka tidak dapat dijual kepada pemesan yang sudah menetapkan standar mutu tertentu dan kalau terpaksa harus dijual murah kepada pihak lain, maka otomatis harga pokok akan menjadi tinggi atau mungkin lebih besar dari pada harga jual. Karena itu perusahaan selalu harus memperhatikan besarnya produksi yang non grade ini. Komponen lain dari harga pokok adalah depresiasi dari mesin-mesin dan peralatan yang digunakan. Digunakan secara terus menerus atau tidak, depresiasi mesin tetap sama. Karena itu perusahaan hanya bisa beroperasi secara efisien, kalau praktis bekerja terus menerus 24 jam sehari, 7 hari seminggu, setidak-tidaknya berhentinya mesin harus minimal, seperlunya saja kalau memang harus dilakukan maintenance. Karena itu perusahaan yang bekerja tidak optimal, akan mempunyai komponen biaya depresiasi yang besar. Meskipun depresiasi adalah biaya non cash, artinya perusahaan tidak mengeluarkan uang untuk itu, tetap saja harus diperhitungkan dan laba rugi perusahaan bisa menghasilkan rugi. Berikutnya adalah biaya-biaya pabrik yang lain yang juga harus diperhitungkan sebagai bagian dari harga pokok, seperti biaya listrik, spare parts dan biaya maintenance lainnya. Meskipun pada umumnya biaya-biaya lain ini tidak terlalu besar persentasenya, tetapi kenaikan tariff listrik yang masih harus dihadapi, harus disikapi dengan tindakantindakan penghematan, sedemikian rupa sehingga keseluruhan harga pokok masih dalam batas-batas yang wajar dan masih memungkinkan perusahaan untuk hidup. Bilamana harga pokok sudah terlalu tinggi, maka semua komponennya harus dibedah untuk menemukan mana yang salah dan sesegera mungkin harus diambil tindakan untuk memperbaikinya. Bagaimanapun juga harga pokok harus lebih rendah dari harga jual dan itu memang tanggung jawab produsen.