Perikanan/Pertanian/Perkebunan

Cari Blog Ini

Selasa, 27 Desember 2011

HINDARI BERBURUK SANGKA KEPADA ALLOH


Dua wajah yang berbeda (sumber : Kaskus.com)

Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak Mengetahui. (Al-Baqarah:216).

            Ayat diatas menyeru kepada kita semua agar kita tetap menerima apa yang Alloh berikan kepada kita, selain itu menyeru kepada kita agar dapat menghindari dari pelbagai prasangka buruk terhadap Alloh. Apa yang Alloh berikan kepada kita, sebenarnya adalah hal terbaik jika kita pandai bersyukur dan menerimanya dengan lapang dada. Akan tetapi seringkali ketika kita mendapatkan sesuatu hal yang tidak sependapat dengan keinginan hati nurani, maka kita beranggapan bahwa hal itu adalah kebencian Alloh kepada kita. Kadang kita menerimanya dengan memaki dan menyalahkan hal itu kepada Alloh. Kecerobohan itu diperparah dengan semakin jauhnya kita kepada Alloh. Padahal sesuatu hal yang diberikan (musibah) terhadap kita itu adalah perwujudan kasih sayang Alloh terhadap kita. Dan sebaliknya jika kita diberikan kebahagiaan yang tiada habisnya justru itu sangat menyulitkan posisi kita untuk  selalu mendekatkan diri kepadaNya. Sebab biasanya sifat manusia seringkali lupa manakala diuji oleh kesenangan dan kebahagian duniawi. Dan ketika diberi ujian yang tak mengenakkan biasanya dengan secepat kilat mengadu kepada Alloh dengan segala senandung do’a yang membahana.
Bukan barang mudah, manakala kita diberi ujian oleh Alloh serta berusaha untuk berbaik sangka kepada Alloh karena keterbatasan kemampuan manusia untuk itu. Padahal dibalik seluruh ujian yang diberikan oleh Alloh  semua ada hikmahnya. Jika kita menyenangi sesuatu dan ternyata kita tidak memerolehnya maka sudah dipastikan ada hal buruk didalamnya jika kita mendapatkan semuanya. Atau sebaliknya jika kita dihadapkan dengan hal-hal yang buruk menurut anggapan kita, bisa jadi baik menurut Alloh. Akan tetapi kenyataannya kita sering kali mensumpah-serapah bahkan kepada diri sendiri, kepada orang lain bahkan kepada Alloh tanpa kita menyadarinya, hal ini perlu kita hindari dengan cara terus menerus memupuk keimanan kita dan agar selalu dekat dengan orang-orang yang mengerti akan pembangunan ruhiyah serta orang-orang yang soleh atau  sholehah.
Hal ini telah banyak dicontohkan diantaranya kita dapat belajar dari kisah Nabi Ayub AS, dengan ketegarannya nabi Ayub dapat menerima apa yang diujikan Alloh kepadanya, yaitu berupa penyakit yang menyerang seluruh badannya, borok dan belatung di sekujur tubuhnya. Maka dengan kesabarannya itu Alloh memberikan pujian serta meningkatkan derajat nabi Ayub AS, serta  melipatgandakan pahala yang telah dan akan diterima kelak di akherat oleh nabi Ayub AS. Dan sebaliknya disisi lain cerita istrinya yang tidak tahan dengan ujian yang diberikan oleh Alloh kepadanya maka selain terusir dari negerinya juga sudah dipastikan balasan yang setimpal dengan keburukan amal yang diperbuatnya itu kelak akan dia tuai. Cerita itu adalah contoh yang menggambarkan bahwa keburukan (ujian)yang dialami nabi Ayub AS. yang diberikan kepada Alloh akan berbuah baik. Adapula kisah yang menggambarkan bagaimana ujian kesenangan akan berbuah malapetaka. Salah satu kisah yang menjadi i’tibar bagi kita diantaranya bagaimana seorang Qarun dapat tenggelam ditelan bumi serta ditimbun hartanya. Hal itu menandakan bahwa sesuatu yang baik belum tentu berdampak baik bagi kita.
Sebagai umat yang barangkali bukan merupakan umat pilihan tentunya amat berat bagi kita menerima kenyataan pahit yang kita alami walaupun sebenarnya ada hikmah yang terbaik di dalam kejadiaannya. Tuntunan agama tidak dapat mentelolir manakala kita menangis meraung di depan pusara untuk menyesali kepergian orang yang dikagumi dan disayangi  atau barangkali ketika ditimpa kesulitan ekonomi yang sebelumnya diberikan Alloh keluasan harta benda. Dalam perjalanannya sudah dipastikan ketika ditimpa huru-hara kehidupan dunia itu kita akan mengalami goncangan batin dan ketidakrelaan dalam menghadapinya. Padahal disinilah letak ujian yang Alloh berikan,dan kita harus mampu menghadapi berbagai kesulitan itu dengan cara berbaik sangka kepada Alloh. Dan berusaha untuk berpegang teguh di jalan Alloh dengan cara mengembalikan semuanya kepada Alloh dengan cara bersabar dan bersyukur agar beroleh amal dan kebajikan yang dijanjikan Alloh seperti yang difirmankan dalam surat Al-Baqarah (126) tersebut.  Karena sesungguhnya kemalangan dan kebahagiaan yang kita alami adalah perlu perjuangan yang keras untuk memperoleh ganjaran ibadah, sebab di mata Alloh hal itu adalah jihad. Oleh karena itu kita harus yakin bahwa sebenarnya apapun yang diberikan Alloh adalah hal yang terbaik bagi kita. 

Wallahua’lam bishowab

Kamis, 22 Desember 2011

PERAN IBU DALAM MEMBANGUN KARAKTER BANGSA



Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun*). bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu.(Lukman ayat  14)
*)Maksudnya: Selambat-lambat waktu menyapih ialah setelah anak berumur dua tahun.
Ibu ( Sumber :cemangcemong.wordpress.com)
      Ayat di atas menjelaskan bahwa begitu tingginya Alloh menempatkan posisi kedua orang tua  kita (terutama ibu)  dan untuk berbuat kebaikan kepada keduanya, terutama keutamaan seorang ibu yang telah mengandung dalam keadaan lemah dan bersusah payah untuk membesarkan dan memelihara kita dalam keadaan suka dan duka. Bahkan dengan keutamaannya itu Nabi Muhammad SAW, menempatkan seorang ibu lebih utama dari keutamaan seorang ayah atau derajatnya tiga tingkat dibanding ayah.  Walau kenyataannya seorang anak kadang tidak berusaha menghayati dan menghargai pengorbanan seorang ibu. Begitu besarnya pengorbanan seorang ibu dengan tanpa pamrih, dibalas dengan perbuatan kita yang tidak sepadan dengan perjuangannya itu. Saya sebagai seorang anak yang  jauh letak rumah dengan ibu saya  kadang tak menyesali ketika ibu saya mengalami sakit dengan cara menyambanginya barang sebentar saja, apalagi mau menungguinya sampai sembuh, padahal sejatinya seorang anak tidak sekedar  mendo’akan di setiap sehabis melaksanakan ibadah bahkan harus lebih daripada itu. Kita bandingkan dengan kasih sayang seorang ibu, ketika kita mengalami sakit atau anak kita (cucunya) lahir maka seorang ibu dengan tidak pakai pikir panjang langsung menyambangi walaupun jaraknya sangat jauh. Atau ketika hari raya akan tiba seorang ibu selalu menanti anaknya yang akan pulang mudik, dengan mempersiapkan segala macam peganan untuk anaknya dengan tidak mempedulikan apakah anakya akan pulang atau tidak. Beda dengan kita, ketika kita mengalami makan enak saja  bahkan kadang tak terlintas wajah ibu kita dan berusaha untuk mengingatnya.  Hal itu menjelaskan kepada kita begitu besar pengorbanan dan kasih sayang seorang ibu kepada seorang anaknya. 
Seorang ibu dalam perjalanan hidupnya tak banyak menuntut kepada anak-anaknya, cukup melihat anaknya sehat, terlebih mendoakanya, maka hal itu baginya merupakan kebahagiaan yang melebihi menemukan gunung emas. Selain itu kebahagiaan akan membuncah manakala mendapatkan anaknya bermanfaat bagi dirinya, bagi orang lain serta lingkungan masyarakat. Karena menurutnya keberhasilan itu adalah hasil perjuangannya dari mulai mengandung, melahirkan sampai dewasa. Coba kita tengok, keberhasilan seorang anak untuk menjadi orang besar pasti di belakangnya ada peran seorang ibu yang hebat atau jika seorang suami yang punya prestasi yang memuncak  sudah dipastikan di belakangnya ada istri yang hebat yang mampu menjadi pendorong, penyemangat, pemberi  motivasi, serta pemberi kebahagiaan dikala duka dan pengenap hati dikala bahagia.
Peranan seorang ibu sangat besar artinya bagi perkembangan kemajuan bangsa, sebab hampir separuh usia yang kita miliki adalah hasil didikan seorang ibu, walaupun kita menimba ilmu sampai tingkat apapun tapi peran ibu dalam mendidik dari mulai akan dilahirkan sampai dewasa jelas akan membekas dari hasil didikan itu sehingga menjadi karakter yang kita punyai sampai saat ini. Kalau di perguruan tinggi kita diajari Ilmu Sosial Dasar yang memiliki 2-3 SKS, jelas tidak sepadan dengan pendidikan yang diberikan seorang ibu selama ini berkaitan dengan ilmu dimaksud. Bisa jadi kita telah diberikan ilmu serupa tanpa kesadaran melebihi ilmu yang  diberikan oleh Dosen berkaitan dengan Ilmu itu. Yang saya sebutkan baru satu mata kuliah,kalau diruntut mulai awal kita dilahirkan sampai masa remaja saja, berapa mata kuliah yang telah diberikan ibu kita dengan tanpa kita sadari. Dengan demikian betapa besar peran ibu dalam membentuk karakter manusia Indonesia.
Tanpa mengenyampingkan peran ayah terhadap perkembangan anak, peran ibu tentunya sangat menonjol karena seorang ibu memberikan ikatan batin yang sangat kuat dibanding ayah, walaupun ada beberapa ayah selain single parent yang mempunyai peran ganda akan tetapi tetap ibu merupakan sosok yang tak dapat tergantikan. Ibarat peribahasa dimakan mati ibu tidak dimakakan  mati ayah, rasanya kalau terpaksa memilih lebih baik mati ayah daripada ditinggal ibu. Hal itu menandakan begitu besar peran ibu dibanding ayah.
Moment hari ibu yang diukir oleh R Dewi Sartika, dengan memperjuangkan hak-hak kesamaan gender jelas sebagai upaya agar para ibu menunjukkan perannya agar tidak terkungkung dengan keadaan, artinya seorang wanita tidak hanya cukup di kasur, dapur dan sumur saja tapi Dewi Sartika dengan Keutamaan Istri-nya yang dia dirikan itu memberikan pencerahan sama halnya dengan perjuangan RA Kartini yang memperjuangkan emansipasi wanita sebelumnya, manakala wanita Indonesia terkungkung oleh distorsi pembatasan hak-hak perempuan kala itu. Akan tetapi hasil perjuangan itu telah mendogma sebagian wanita Indonesia menjadikan dirinya memperjuangkan atau melakukan hak-hak emansipasi wanita itu melebihi ambang  batas yang seharusnya dilakukan. Sebuah surat kabar  memberitakan bahwa KDRT selalu memberikan gambaran bahwa KDRT selalu dilakukan oleh kaum pria, begitupun pelecehan seksual. Padahal hal itu ada sebab akibat, dan tidak semua KDRT dilakukan oleh laki-laki, mungkin saja banyak juga SUSIS (pinjam kata-kata Sule), akan tetapi malu atau memalukan untuk melaporkan ke pengadilan atau komnas HAM. Jika saja ada lembaga PKKS (Pengusut Kekerasan Kepada Suami) niscaya akan banyak juga pengaduan yang mengalir.
Saya tidak antipati terhadap perjuangan emansipasi yang diperjuangkan oleh para pegiat hak-hak perempuan, akan tetapi kenapa terjadi pelecehan, KDRT dan sejenisnya saat ini, hal itu tidak terlepas dari peran seorang ibu. Bagaimana tidak terjadi pelecehan seksual bila seorang ibu tidak memperingatkan anaknya jika mengenakan pakaian yang mengumbar aurat, dan bagaimana tidak terjadi KDRT jika seorang ibu tidak memberikan bekal kepada anak-anaknya untuk pandai berumahtangga. Hal sepele saja, jika seorang suami cape-cape bekerja seharian, sampai dirumah mendapatkan makanan yang tak berkenan dengan lidahnya, maka akibatnya masalah di tempat bekerjanya itu akan sampai di meja makan. Dengan demikian sejak awal peran ibu untuk mendidik anaknya dalam hal masak saja jelas sangat dibutuhkan.
Oleh sebab itu generasi muda sekarang dan akan datang tidak akan terlepas dari peran seorang ibu. Sehingga dari sejak dini seorang wanita harus mampu menjelmakan dirinya menjadi ibu super, yaitu seorang ibu yang mampu menjadi tauladan bagi anak-anaknya, menjadi gudang ilmu bagi anak-anaknya, serta mampu menjadi ibu yang dapat mencetak kader-kader ibu-ibu muda masa datang sehingga menjadi kekuatan besar bangsa. Kata pepatah "Pemuda adalah tulang punggung bangsa", tapi untuk seorang ibu ada pepatah yang cocok dengan menyebut " Ibu adalah Penentu Karakter Bangsa".

Rabu, 14 Desember 2011

DURIAN LUNAK DAN DURIAN BAKUL DARI KIJANG

Pohon Induk Durian Lunak (foto 27/11/11)
Untuk diketahui Kijang adalah sebuah desa yang berada di wilayah kecamatan Kota Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan. Sejak dulu desa ini merupakan penghasil buah-buahan yang terkenal di Sumatera Selatan. Salah satu produk buah yang terkenal adalah buah durian, walaupun sebenarnya daerah ini adalah penghasil buah dukuh terkenal di Kabupaten Ogan Komering Ilir. Ada yang terlupa, sebenarnya daerah ini mempunyai salah dua varietas durian yang tidak terdapat di daerah lain di Indonesia, hal ini diperkuat oleh penuturan ketua KTNA desa Kijang Ulu (Heri Nasution) beberapa waktu yang lalu (8/11/11). Heri menandaskan bahwa durian yang dimiliki desa Kijang serta merupakan asli dari desa Kijang Ulu adalah durian Bakul dan durian lunak. Pada tahun 2009 yang lalu durian ini telah diteliti oleh pihak Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Propinsi Sumatera Selatan, selanjutnya penelitian ini diteruskan oleh Balai Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) pada tahun yang sama. Selanjutnya pada tahun itu juga Dinas Pertanian Kabupaten Ogan Komering Ilir, memamerkan durian ini di arena pameran buah-buahan di Jakarta dan saat itu memperoleh predikat juara , pungkasnya.
Sambil diajak keliling di kebun durian, penulis ditunjukkan durian lunak dan bakul induk yang usianya sudah mencapai ratusan tahun di kebun rakyat. Heri melanjutkan pembicaraannya yang terputus, pada tahun 2010 durian ini diperbanyak oleh Dinas Pertanian Hortikultura Propinsi, namun sayangnya sampai saat ini belum ada kelanjutan dalam hal penyebarluasan, imbuhnya. Untungnya dalam rangka penyebarluasan lewat masyarakat maka Badan Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Celikah berinisiatif menyebarluaskan informasi tentang keberadaan durian ini lewat media, sehingga hasilnya saat ini banyak petani yang menginginkan bibit durian tersebut, yang telah dimuliakan oleh kelompok tani Bersatu Padu yang diketuai oleh Heri Nasution. Dan Heri mengungkapkan bahwa kedua varietas durian ini belum mempunyai hak paten, sebab sampai saat ini sepengetahuannya durian ini baru tahap uji rasa di Institut Pertanian Bogor (IPB).
Dari segi rasa kedua durian ini mempunyai cita rasa yang percis sama, baunya tidak terlalu menyengat seperti durian lainya, Biji relatif berukuran kecil, rasanya manis dan kalau dimakan  tidak terasa  eneg, isi dagingnya tebal dan tidak berserat . Adapun yang membedakan dari keduanya adalah kalau durian bakul mempunyai ciri khas yaitu ukurannya yang agak besar dan bentuknya bulat, dan yang paling unik dari durian bakul ini adalah buahnya mempunyai enam ruang. Menurut Heri ada durian yang menyerupai durian bakul yaitu varietas durian Bakul dari Lubuk Linggau dan Jambi, akan tetapi tidak mempunyai ruang  enam secara seragam.
Dari ungkapan Heri dan petani dari Kelompok Tani Bersatu Padu bahwa sampai saat ini telah diupayakan perbanyakan berbentuk sambung pucuk, dan okulasi serta kedepan akan terus diupayakan  dalam pemulian tanaman durian ini agar plasma nuftah yang telah ada dapat dilestarikan sebagai khasanah kekayaan varietas durian asli dari Kijang, dan menurutnya untuk seluruh pehobi, pembudidaya serta pecinta tanaman durian serta ingin ingin memilikinya sebagai koleksi kebunnya, dapat menghubungi kelompok tani Bersatu Padu, dengan alamat Desa Kijang Ulu Kecamatan Kota Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir, atau dapat menghubungi Badan Pelaksana Penyuluhan pertanian, Perikanan dan Kehutanan Celikah dengan alamat Jl. Simpang Kijang, No. 41, Desa Celikah Kecamatan Kota Kayuagung OKI, Sumatera Selatan, atau via Handphone 0821 7588 4557 atas nama Heri Nasution.

Durian Bakul Ruang Enam 




































































































Selasa, 13 Desember 2011

TEKNOLOGI KAWAN ATAU LAWAN


Berkomunikasi Maya

       Saya sempat tertegun mendengar berita “sejumlah orang terinjak-injak”  ketika mengantre Blackberry yang dijual separuh harga di Pasific Place, Jakarta. Antara percaya dan tidak, bagaimana mungkin hanya untuk mendapatkan selular dengan harga yang bedanya 2,3 juta saja orang rela berdesak-desakan, berhimpitan dan bertaruh nyawa serta menunggu dari dini hari, padahal saya yakin yang membeli Blackberry Bold 9790  itu sudah dipastikan dari golongan menengah keatas, keyakinan saya itu diperkuat oleh persyaratan dalam pembelian selular tersebut  yaitu disyaratkan memakai kartu kredit sesuai identitas pengantre. Itupun menurut penuturan teman saya saat ngantre banyak berkeliaran joki yang dibayar sampai satu juta. Sudah pasti yang mengantri bukan orang sembarangan secara identitas. Tapi kalau yang cerdas saja sudah tidak dapat berpikiran realistis bagaimana orang kebanyakan. Sudah jelas iklannya untuk 1000 orang pertama, nah kalau orang ke-1001, yang satunya  pasti gigit jari dan membuka peluang KKN. Menggaris bawahi cerita saya diatas jelas bahwa bangsa kita sudah Hiperkonsumerisme, hiperteks dan hypermedia dan buakan lagi berburu teknologi, tapi berburu diskon dan berburu citra.
Kebanggaan berkomunikasi Maya
      Dari peristiwa Pasific Place kita dapat menilai, bahwa antusias bangsa kita terhadap gadget sangat tinggi dan bukan hanya sebatas selular pintar akan tetapi perangkat teknologi  lain saat ini sangat digandrungi. Bahkan untuk internet saja bangsa kita merupakan pengguna facebook terbesar kedua di dunia dan terbesar ketiga untuk pengguna twitter. Ada rasa kebanggaan dalam diri saya atas fenomena ini, akan tetapi saya juga merasa prihatin atas kemajuan teknologi itu dalam aplikasinya, sebab kemajuan teknologi dan penggunaannya saat ini sudah sampai pada batasan in conditional paradocsal (paradoks). Sebab teknologi komunikasi saat ini sudah pada batas memisahkan, bukan menghubungkan. Walaupun orang berasumsi bahwa teknologi adalah menghubungkan, hal itu dapat dibenarkan karena memang alat komunikasi adalah menghubungkan seseorang dengan mereka yang jaraknya jauh dari lingkungan fisik-sosial. Akan tetapi sebaliknya, pada saat bersamaan orang itu terusir dari ruang sosial dimana secara fisik  hadir. Hal ini berakibat sosial kemasyarakatan terabaikan, interaksi sosial tercerabut sehingga yang dekat sangat jauh dan yang jauh terasa dekat.
      Kalau kita berfikir kemasa lalu sebelum teknologi informasi berkembang pesat. Kita akan merasa mempunyai berjuta makna jika kita bersilaturahim dengan kawan, saudara, atau orang tua, karena sebelumnya tidak ada kabar yang dapat kita sampaikan secara cepat. Akan tetapi zaman sekarang jika mau ke rumah orang tua, saudara atau lainnya, pasti orang yang kita kunjungi itu sudah tahu keadaan kita saat ini dan sampai ke urusan  oleh-oleh yang kita bawa  saja sudah diketahui sejak saat oleh-=oleh itu dibuat serta di packing di tempat kita, maka ketika bersua sudah tidak greget lagi dari makna pertemuan itu dan hampir  kehilangan makna. Kaitannya karena  zaman sekarang kita tidak usah repot-repot lagi untuk mengucapkan hari raya, ulang tahun dan-lain-lain, cukup SMS atau pijit tuts  saja, maka dalam sedetik pesan kita sudah dapat diterima.
Sehingga bukan hal aneh lagi dunia informasi secanggih apapun sekarang, karena keberadaannya telah menjadi kebutuha sehari-hari dan dapat digunakan oleh berbagai lapisan masyarakat.  Kita akan merasa ada yang kurang,  jika satu hari saja tidak mencoba mengubah status di akun jejaring sosial, hal itu sudah merupakan satu kebutuhan, bahkan merupakan kebanggaan tersendiri, kalau perlu habis buang anginpun diberitahukan keseluruh dunia.  Atau, bahkan tiap detik memelototi blackberry agar selalu update. Padahal kebanggaan itu adalah kebanggan yang semu, dan internet sudah merubah cara pikir kita, cara membaca dan cara mengingat. Dan perlu kita ketahui bahwa cara membaca, mengingat dan berpikir secara roll screen akan mengakibatkan kita membaca secara bersamaan sehingga penyerapan kita terhadap apa yang kita  baca melemah. Hal itu tidak mengakibatkan orang lantas melupakan diri terhadap kebanggaannya dengan dunia maya.  Malah kebanggaan itu sudah melebihi  kadar yang kita bayangkan,  sebab media sudah menjadi alat acuan bagi kehidupan sehari-hari. Tengok saja pidato di televisi, gaya rambut, model baju batik, cara berbicara dan gaya hidup lebih penting daripada upaya sistemik menyelesaikan pekerjaaan. Sehingga akibat rasa kebanggaan tersebut orang cenderung tidak mampu berpikiran koheren.
Antisipasi Dampak Dunia Maya
       Beberapa waktu lalu saya membaca berita, “Gadis diculik teman kencan di Facebook” (Sriwijaya Post, 20/11/2011), dan berita serupa selalu dimuat di media massa. Kegundahan kita diperparah dengan merebaknya tayangan di televisi  yang menjauhkan kita dari unsur  kognitif. Berapa jam bangsa kita dan anak-anak  kita memelototi  tayangan televisi yang acaranya tidak selaras dengan pembangunan karakter bangsa. Hal ini perlu kewaspadaan kita dalam bermain teknologi informasi, anak atau bahkan para orang tua tak jarang lepas kontrol dalam memilih dan memilah informasi dari media massa. Media massa cenderung menjadi juragan dan idola bagi kita. Padahal sejatinya kita harus dapat memperbudak media massa dengan cara pandai memilah dan memilih informasi yang layak di adopsi.
Tak dipungkiri dalam dunia maya kita dapat mengambil informasi yang mengalir tanpa henti, akan tetapi makna kognitif yang kita dapat akan meluber, karena informasi yang didapat tidak sesuai dengan kemampuan memori otak kita untuk menampungnya dan akhirnya kita dicetak menjadi manusia pengingat secara temporer. Hal ini akan membangun sikap kita menjadi sikap temporer yang hanya mampu mengendalikan memori otaknya dengan mengingat informasi sesaat. Hal ini yang dijadikan ladang media saat ini, dan akhirnya bangsa kita dibanjiri intrik-intrik gossip politik, sosial, ekonomi, budaya, hankam dan lain-lain dalam sajian informasi setiap saat.
Menghadapi derasnya media informasi yang tidak dapat dibatasi  oleh ruang dan waktu tersebut perlu langkah-langkah konfrehensif dalam mengantisipasinya. Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah peran orang tua dalam membimbing anaknya sejak dini. Artinya kenali anak dengan sifat dan cara-caranya dalam menyikapi dan menghadapi dunia informasi, ketika anak berinteraksi di dunia maya dengan teman sepermainannya kenali temannya tersebut beserta latar belakangnya dengan cara melibatkan diri dalam akunnya, hal itu dimaksudkan agar anak terhindar dari pergaulan yang dapat menyesatkan. Ketika anak terobsesi dengan dunia informasi yang mengajarkan berpikir secara scrolling maka alihkan perhatiannya dengan cara mengajarinya dengan membaca teks secara linear, artinya anak dididik untuk dapat membaca secara linear (buku, majalah, Koran), karena sifat membaca ini akan menumbuhkan kebiasaan untuk tidak berpikir berlapis-lapis (hiperteks), dan hal ini dapat mengakibatkan kelemahan dalam menyerap informasi yang absolut.
       Kalau ada pekerjaan rumah yang perlu dilakukan dan jawabannya tidak membutuhkan banyak litelatur, ada baiknya ajarilah anak kita untuk tetap mandiri, jangan sampai menganjurkannya agar mencari jawaban di internet, karena biasanya jika hal itu kita sarankan maka akan menimbulkan sifat tergopoh dan ceroboh. Serta hasilnya anak kita akan terdidik menjadi generasi copy paste dan pekerjaannya tidak sesuai dengan apa yang kita dan pedidik harapkan, dan akan terkesan ceroboh dalam berbuat. Karena biasanya ciri-ciri masyarakat yang sudah melek teknologi adalah ketergesa-gesaan dan ketergopoh-gopohan dalam bertindak.  Hal terpenting dalam mengantisipasi derasnya informasi teknologi dari berbagai macam penjuru ini adalah membentengi anak dan diri kita dengan kendali iman serta pendidikan Agama (rohani) yang secara rutin dilakukan. Jika perlu ikut sertakan anak-anak kita dalam kegiatan rohani (pengajian,syalat berjamaah, baksos dan lain-lain)  yang kita ikuti atau kita adakan sebab hal itu akan menanamkan perisai yang ampuh bagi generasi kita dalam mengarungi penjajahan media teknologi dan informasi saat ini.

Rujukan :
D Rusnandar (2003),  Peranan Media Cetak dalam menyebarluaskan Informasi yang Islami,Makalah Diskusi, tidak dpublikasikan.
Harian Kompas (2011), Opini, Hiperkonsumerisme, Hypermedia, 13/11/2011


Minggu, 11 Desember 2011

SEA GAMES PESTA MEDALI YANG PERLU DISYUKURI

Gelora Sriwijaya (sumber :Wikipedia.or.id)

        Saya tak mau ambil pusing dengan utang Indonesia yang hampir mencapai Rp.1700 triliyun, dan tak mau ambil pusing juga dengan dana pembukaan Sea Games dengan harga Rp. 125 Miliar, yang penting Negara ini dapat mempersembahkan suatu kehormatan bagi bangsa ini, paling tidak dari bidang olahraga di mata negara-negara di Asean, sebab dengan perolehan medali emas yang  ditargetkan  telah  melampaui target itu merupakan salah satu upaya untuk menunjukkan kehormatan bangsa ini kepada negara lain, saya sempat heran dengan gonjang ganjing masalah arena olahraga yang molor dari jadwal, ditambah ada indikasi korupsi dalam pelaksanaannya rasanya mustahil Indonesia dapat menjuarai pada ajang Sea Games tahun 2011 kali ini, saya beranggapan paling tidak sama saja dengan prestasi kita di Laos beberapa tahun yang lalu, itupun sudah untung. Bagaimana tidak dengan persiapan atlet yang tidak terkoodinasi dengan baik serta semua pengurus olahraga terfokus kepada persiapan pelaksanaan Sea Games, hal itu akan berimbas kepada persiapan atlet kita untuk berlaga. Saya ambil contoh hanya berapa bulan persiapan atlet karate kita dalam menghadapi event ini, tapi walaupun demikian 5 emas saja untuk karate merupakan prestasi yang luar biasa. Dengan minim event yang diikuti tapi mereka sanggup mempersembahkan emas bagi negaranya. Belum lagi cabang-cabang yang lainnya dari mulai panahan, dayung, sepakbola dan lain-lain, walaupun ada cabang-cabang olahraga yang telah dipersiapkan sejak dua tahun yang lalu itupun tidak banyak.
Saya sempat pesimis melihat perjalanan prestasi Indonesia dari tahun ke tahun yang terus merosot, saya berasumsi tidak mungkin Indonesia menjadi juara umum apalagi menjuarai cabang olahraga sepakbola sebagai salah satu cabang bergengsi di setiap pesta olahraga rasanya mustahil. Dan perkiraan saya meleset ternyata baru 5 hari saja pesta ini berlangsung kita sudah menduduki klasemen sementara perolehan medali, dan hal ini membuat hati ini lega, terlebih ketika ketua KOI/KONI Rita Subowo dalam sebuah wawancara di TVRI menegaskan bahwa dia optimis Indonesia dapat menjadi juara umum, sebab dengan 136 Emas saja Indonesia sudah dipastikan menjadi juara umum, dan ketika Rita berujar kala itu Indonesia telah mengantongi 132 Emas.  Dan kini di klasemen akhir indonesia mengumpulkan 157 emas, merupakan pencapaian yang fantastik ditambah lagi dengan euforia kemenangan Indonesia di cabang sepakbola di setiap pertandingan walaupun di partai final kita kalah atas Malaysia tapi secara grafik dan teknis pemain kita mengalami kemajuan dibandingkan dengan ajang Sea Games terdahulu, cukup sudah kebahagiaan bangsa ini, yang selama ini tak ada rasa kebanggaan terhadap bangsa ini, dan sekarang setitik kebahagiaan itu mulai nampak dari bidang olah raga, bagaimana tidak dimulai dengan pembukaan yang amat megah dalam sejarah Sea games dan ditutup dengan penutupan yang nyaris sempurna ditambah menjadi juara umum paling tidak dapat mengobati sedikit kegundahan hati anak bangsa yang selama ini dirundung hampa. Saya tidak bisa bayangkan bagaimana jika Indonesia  dalam Sea games ini tidak menjadi juara umum, pasti besoknya sumpah serapah dari para pengamat serta masyarakat yang tidak berkopentenpun akan mengomentari kegagalan itu dan ditayangkan di media Televisi, radio ataupun surat kabar. Saya tidak menuduh bahwa bangsa kita pandai mencemooh tapi kenyataannya tidak jauh dari hal itu. Bahkan cenderung mencaci maki atlet kita dan mudah memuji ketika atlet kita ketika berjaya, akan tetapi sering lupa terhadap orang-orang berjasa bagi bangsa ini.
        Dengan perolehan medali yang hampir mencapai 200 keping itu bukan perkara mudah, dan yang tersulit adalah bagaimana prestasi itu dapat dipertahankan, karena pencapaian prestasi itu sudah kita tunggu lama dari setiap pelaksanaan Sea Games yang selalu menjadi raja medali adalah Thailand. Langkah-langkah pembinaan harus terus ditingkatkan terhadap atlet-atlet yang berpotensi meraih medali serta regenerasi atlet dari jauh hari. Langkah kita bukan hanya Sea Games semata tapi para pengambil kebijakan serta para praktisi olahraga harus secepatnya berkonsentrasi kepada pelaksanaan Sea Games mendatang di Myanmar. Kita jangan cepat puas dan berbangga, karena bukan hanya Sea Games yang harus dihadapi tapi berbagai macam event olahraga harus sejak dini dipersiapkan.
Kalau Thailand sudah mengincar kepada cabang-cabang olahraga yang dipertandingkan di Olympiade kenapa kita juga tidak berusaha ke arah situ, apalagi di Asean Games dan Olympiade kita masih dibawah peringkat negara Asia lainnya. Kejayaan di Sea games merupakan momentum untuk kebesaran bangsa ini di bidang olahraga, dan ini semua harus terus diupayakan pembinaan yang konprehensif dari seluruh pengurus, jangan sampai terjadi atlet bangkit pengurus tiarap. Ucapan syukur adalah ketika kita telah meraih sebuah prestasi dan berupaya untuk mempertahankannya.
Beberapa hari ini di cabang sepakbola kita disuguhkan pertandingan yang menegangkan dan membuat kita bangga, bagaimana tidak dalam usia yang relatif muda kesebelasan Indonesia dapat mengemban tugas dan berhasil mengangkat harum nama bangsa. Walaupun tidak memperoleh medali emas tapi yang terpenting adalah mereka telah berhasil menggelorakan emosi kecintaan rakyat terhadap bangsa dan membangkitkan nasionalisme yang tinggi. Terlepas dari persoalan politik yang karut marut, sepakbola telah berhasil memberikan contoh  dari berbagai sisi. Dari sisi pemain paling tidak dapat memberikan contoh kepada kita dan para pemimpin, bahwa ternnyata kecintaan pemain sepakbola terhadap tanah air jauh lebih besar dibuktikan dengan cucuran keringat, lelah, emosi, kalah, rasa malu, serta tekanan mental dan sabar dicaci.       
           Dari peristiwa itu  kita dapat belajar dari para pemain bola. Dari segi penonton kita dapat mengambil pelajaran bahwa kita punyai modal sosial untuk kejayaan bangsa di dunia, tinggal bagaimana mengelolanya. Kecintaan rakyat terhadap bangsanya begitu berarti bagi kemajuan olahraga bagi bangsa ini.
Rasa syukur kita bukan hanya diwujudkan dengan bonus 200 juta per keping emas atau bonus 2 milyar bagi team kesebelasan sepakbola Indonesia. Tapi rasa syukur itu harus diwujudkan dengan cara memberikan fokus pelatihan yang paripurna bagi para atlet dan menjaring para atlet yang berprestasi dari daerah tanpa pandang bulu. Jangan sampai kita terjebak oleh kepentingan-kepentingan politis dan non politis dalam menjaring atlet. Semua itu untuk kejayaan bangsa dan mempertahankan prestasi yang telah diraih.
Kebijakan perbaikan prestasi atlet perlu mencontoh salah satunya langkah tim karate, yakni membuat gebrakan dengan cara mengikutkan atletnya bertanding di ajang internasional, terbukti saat ini cabang ini menyodok di urutan peringkat 5 dunia, hal ini tidak telepas dari peran pengurus untuk mencarikan bapak angkat untuk cabang ini.



Kamis, 01 Desember 2011

Antisipasi Pemerintah Terhadap Perubahan Iklim dalam Menghadapi Krisis Ketahanan Pangan di Indonesia


Membangun Ketahanan Pangan (foto :Illustrasi)

Terjadi  perubahan cuaca yang berubah setiap saat akan mengakibatkan terjadinya anomali cuaca yang tak dapat diduga setiap saat dan hal ini memicu terjadinya musim tanam yang tidak beraturan, melaut yang tidak menentu dengan hasil yang tidak optimal, produksi pakan ternak alami terganggu, hal ini akan mempengaruhi berbagai macam produksi dari berbagai sektor yang ada, sehingga akan mengakibatkan kerawanan pangan. Oleh sebab itu peranan Badan Meteorologi dan Geofisika harus cepat dan tepat merilis prakiraan cuaca kepada stakholder yang berkepentingan dengan perubahan cuaca yang mendadak, karena kewajiban ini adalah merupakan kewajiban BMKG sebagai perpanjangan tangan pemerintah untuk memberikan prakiraan cuaca setiap saat. Kecenderungan yang ada informasi hanya dapat diakses oleh kalangan yang memiliki media audio visual serta dapat mengakses  teknologi informasi, dan informasi yang diberikan tidak diketahui oleh petani, nelayan, peternak, pembudidaya ikan dan sejenisnya, yang bersentuhan langsung  dengan kegiatan yang menghasilkan produk pangan di Indonesia. Hal ini juga disebabkan informasi tidak diakses dan disampaikan secara langsung melalui petugas yang berkepentingan dilapangan diantaranya Petugas Lapangan, Penyuluh, Pamong Desa, dan lain-lainnya yang langsung berinteraksi dengan masyarakat dan lembaga yang berkepentingan dengan prakiraan cuaca di tingkat bawah. 
Dalam menghadapi anomali iklim yang dampaknya terjadi el nina atau bisa juga terjadi La nina hal ini perlu dilakukan langkah-langkah antisipasi oleh pemerintah dalam rangka menjaga kestabilan stok pangan untuk mengantisipasi kerawanan pangan di Indonesia. Maka pemerintah perlu menyediakan stok pangan yang cukup, dan kenyataannya memang selama ini pemerintah pusat telah melakukan berbagai upaya dalam  mengamankan ketersediaan pangan seperti yang pernah diutarakan oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi  bahwa import yang dilakukan pemerintah adalah untuk menyelematkan stok pangan dengan harga terjangkau. Akan tetapi kajian kebijakan import yang dilakukan tidak diikuti oleh kebijakan yang diimbangi oleh prakiraan cuaca yang diketahui sejak dini oleh Departemen yang berkaitan langsung  dengan kebijakan ketahanan pangan, karena prakiraan cuaca juga perlu diketahui oleh pengambil kebijakan import pangan diantaranya Deperindag , Deptan, Bulog dan Departemen lainnya yang  terkait. Kita tidak dapat membayangkan dengan anomali cuaca yang dialami oleh Thailand dan Vietnam, sehingga kedua negara tersebut terkena bencana banjir dan baru-baru ini membatasi kebijakan eksport pangannya untuk menjaga ketahanan pangan di negaranya. Dan ini akan menyulitkan posisi Indonesia dalam kebijakan importnya, karena harus mencari negara alternatif diantaranya India dan China. Kitapun belum mengetahui sejauhmana kurun waktu mereka berkeinginan untuk mengeksport produk pangan ke Indonesia terlebih kedua negara itu mempunyai jumlah penduduknya yang banyak dan tentunya membutuhkan pangan yang sangat banyak sehingga kebijakan eksport yang dilakukan sewaktu-waktu dapat berubah. Hal ini harus diimbangi oleh kemandirian pangan di Indonesia dan tidak terjebak oleh ketergantungan terhadap import produk pangan, dan menyulitkan posisi  Indonesia dalam kemandirian pangan. Salah satu upaya dilakukan pemerintah pusat adalah program P2BN dalam rangka peningkatan produksi beras di Indonesia. 
Selain peran pemerintah Pusat, kemandirian pangan tidak lepas dari campur tangan pemerintah daerah sebagai pemegang hak otonomi dalam memelihara kelestarian lingkungan di daerahnya karena dampaknya sangat signifikan terhadap perubahan iklim, maka peran pemerintah daerah dalam memelihara kelestarian lingkungan hidup sangat mutlak, sehingga dapat mengurangi dampak kerusakan lingkungan yang pengaruhnya akan berimbas terhadap anomali cuaca. Karena prinsip otonomi daerah adalah pendewasaan daerah untuk mengurus dirinya sendiri dan salah satu tujuan otonomi adalah untuk kemajuan daerah. Sehingga pemerintah daerah berkewajiban memelihara lingkungan hidup di daerahnya.
Seandainya daerah mau mengambil langkah-langkah untuk stok pangan, setidaknya setiap tiga bulan merilis laporan kemajuan ketahanan pangan di daerahnya  dan pemerintah daerah berusaha mengantisipasinya. Seperti contoh  Kabupaten Talaud yang topografinya berbeda dengan daerah lain sehingga harus ada kebijakan daerah untuk mengantisipasi kerawanan pangan secara khusus, contoh lain kepulauan Saumlaki yang nun jauh disana serta kerap terjadi gempa bumi inipun perlu antisipasi yang lebih awal dalam mengamankan ketahanan pangan di daerah itu, dan banyak lagi kabupaten-kabupaten yang terpencil dan infrastruktur belum memadai perlu adanya kecerdasan pimpinan daerahnya dalam mengantisipasi kerawanan pangan.
Manajemen koordinasi perubahan cuaca yang perlu dilakukan adalah langkah-langkah antisipasi dalam perubahan cuaca yang terjadi di daerah. Jika kemarau panjang dan produksi turun maka perlu langkah koordinasi dari unit-unit kerja di daerah sehingga dengan demikian ada kesinergian dalam mengantisipasi kerawanan pangan di Indonesia. Begitu pula jika produksi naik perlu langkah-langkah antisipasi agar tidak terjadi stok berlebih yang mengakibatkan produktivitas rendah, sehingga pangan yang dihasilkan tidak meningkatkan nilai tambah untuk perbaikan ekonomi. Artinya program pemerintah dalam mewujudkan kreatifitas masyarakat serta diversifikasi pangan tidak terwujud sehingga sektor hulu  dan  hilir tidak merasa diuntungkan dengan kebijakan pemerintah daerah tersebut.
Bagaimana peran pemerintah daerah untuk mengantisipasi keputusasaan petani dalam berusaha taninya, yaitu dengan cara memberikan kebijakan yang strategis untuk menghadapi hal tersebut, diantaranya pemberian kredit usaha dengan bunga kredit yang terjangkau, bantuan bibit unggul, serta kebijakan-kebijakan yang lain untuk mendukung upaya ketahanan pangan di daerahnya. Bukan hal yang tidak diperbolehkan jika pemerintah daerah menyediakan dana stimulus yang pro terhadap ketahanan pangan bagi rakyatnya, baik di sektor pertanian, perikanan, peternakan dan perkebunan, dan hal tersebut tidak perlu meminta rujukan dari pemerintah pusat, karena kebijakan ini merupakan kebijakan yang secepatnya harus diantisipasi.
Selain mengantisipasi terjadinya gejolak  ketahanan pangan yang diakibatkan oleh anomali cuaca maka pemerintah daerah harus berusaha mendorong produk unggulan di daerahnya, jika daerahnya 50 % masyarakatnya bergerak dalam bidang perikanan dengan demikian pemerintah daerah harus memberikan dorongan terhadap sektor perikanan, demikian juga pada sektor-sektor yang strategis lainnya dengan demikian dapat menunjang keberhasilan ketahanan pangan di daerahnya.
Upaya yang dilakukan pemerintah daerah untuk menopang ketahanan pangan yang kokoh adalah bukan hal yang mustahil apalagi sekarang kewenangan sudah berada di pihak pemerintah daerah, dan pemerintah pusat hanya berwenang terhadap moneter, peradilan, agama, keamanan dan pendidikan (UU Nomor 33 ), hal itu ditunjang dengan kucuran dana yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sebanyak 500 trilyun yang diserahkan dan untuk dikelola oleh daerah. Namun permasalahan yang muncul apakah anggaran itu sudah benar apa belum. Karena kebijakan pembiayaan belanja daerah terlebih ketahanan pangan di daerahnya adalah selain mutlak kewajiban dari pemerintah pusat tapi disana ada kewenangan daerah untuk campur tangan dalam kebijakan ketahanan pangannya. Tinggal adanya kebijaksanaan serta kecerdasan dalam pengembangan daerahnya masing-masing. Dan kenyataannya memang ada beberapa daerah yang berhasil dalam mengelola dana untuk ketahanan pangan di daerahnya dan sebaliknya ada daerah yang belum berhasil ke arah itu.
Kewenangan daerah dalam menjaga ketahanan pangan, menjaga kelestarian lingkungan hidup, dan yang utama adalah pergerakan ekonomi dalam menjaga kestabilan ekonomi hal ini tidak terlepas dari peran pemerintah daerah dalam menjaga iklim investasi di daerahnya. Hal itu tidak lantas tertumpu kepada pemerintah daerah dan organisasi bawahannya akan tetapi didukung oleh peran masyarakat dalam membantu iklim investasi di daerahnya. Dalam UU 574 dikatakan bahwa rakyat harus membantu iklim investasi ke daerahnya, dengan demikian rakyat turut menjaga hal tersebut dengan cara memelihara keamanan di daerahnya dan tidak ikut serta memelihara kekacauan di daerahnya, sehingga terlahir kemandirian rakyat dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup dan menciptakan iklim investasi yang sehat. Karena kemandirian itu didorong oleh iklim kemandirian rakyat, contoh Propinsi Bali masyarakatnya sadar akan peran sertanya dalam keamanan di daerahnya dengan cara menjaga keamanan itu secara bersama-sama dicontohkan dengan hadirnya pecalang dalam membantu menjaga keamanan di Bali, karena mereka sadar bahwa mereka hidup dari sektor pariwisata. Contoh lain Singapura negara yang hampir 75 % mengandalkan sektor pariwisata berusaha untuk membantu citranya dalam pembangunan investasi di negaranya, jika kita menaiki taksi kemudian kita ketinggalan dompet maka kita akan dikejarnya untuk mengembalikan dompet kita yang ketinggalan di jok tadi, karena sopir taksi itu sadar bahwa dia dan negaranya hidup dari sektor pariwisata. Jika hal tersebut diterapkan di seluruh daerah di Indonesia bukan mustahil kemandirian rakyat akan terwujud dan dampaknya kestabilan ekonomi dan akan berpengaruh nyata terhadap kemandirian ekonomi serta ketahanan pangan di Indonesia. Sehingga kalau saya ambil contoh jika kabupaten kuat dengan sektor perikanan maka masyarakat dengan pemerintah daerah harus berjibaku untuk mendorong iklim investasi perikanan di daerahnya. Dan pemerintah daerah harus terbuka dan transparansi dalam membangun ketahanan pangan di daerahnya.
Pemerintah pusat dan daerah harus bersiap atau antisipasi sejak dini dalam rangka pengamanan ketahanan pangan di daerah, gerakan itu diawali dengan langkah yang sinergi dari tiap-tiap kementerian dan di daerah dari tiap-tiap badan dan instansi dalam membangun ketahanan pangan di Indonesia.
Salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi dampak anomali cuaca yang diakibatkan oleh perusakan lingkungan salah satunya adalah upaya migitasi (pencegahan terhadap perubahan iklim), upaya ini cakupannya sangat luas yaitu dalam jangka panjang berupa pemeliharaan hutan yang lestari serta memelihara kawasan yang sudah ditetapkan menjadi kawasan hutan terlindungi. Dengan cara memetakan peta geologi yang ditampilkan dalam menghadapi perusakan lingkungan hidup. Bukan hanya hutan saja tetapi sungai juga harus tetap dipelihara dengan penertiban terhadap perusakan sungai baik pendangkalan karena pembuangan sampah sembarangan dan pembangunan yang tidak ramah lingkungan, dengan cara pengaturan tata ruang yang telah diatur dalam peraturan daerah. Dan itupun harus didukung oleh lapisan masyarakat diantara masyarakat sadar terhadap pengusuran terhadap pemanfaatan lahan yang tidak semestinya dilakukan. Selain itu peran pers dalam memberikan pencerahan terhadap kebijakan yang dilakukan, karena selama ini penggusuran yang dilakukan oleh pemerintah di daerah terlindungi dan merupakan resapan air dalam rangka penyelamatan lingkungan hidup cenderung di blow up oleh media seolah-olah hal tersebut tak selayaknya dilakukan oleh pemerintah. Dan sebaliknya pemerintah terlalu mudah memberikan izin usaha atau pendirian bangunan di daerah yang nota bene harus dilindungi keberadaan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya perambahan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar yang dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit. Dalam jangka panjang akibatnya akan berpengaruh terhadap ketersediaan lahan hutan yang lestari. Karena dengan kondisi lingkungan yang rusak akan berdampak terhadap iklim, dan iklim yang baik akan berakibat terhadap ketersediaan pangan baik langsung maupun tidak langsung.

Sabtu, 12 November 2011

KETIMPANGAN MUTU PENDIDIKAN DAN SDM DI INDONESIA

 Sekolah di Papua ( foto :aristmundo.blogspot.com)
Indonesia merupakan negara yang jumlah penduduk  serta aset sumberdaya manusia yang sangat besar akan tetapi pemerintah belum berhasil dalam meningkatkan mutu sumberdaya manusia serta  pendidikan secara merata. Walaupun kenyataannya pemerintah telah menggelontorkan anggaran seperlima dari APBN , dan jumlah ini merupakan jumlah anggaran yang sangat besar, tapi masih belum mampu meningkatkan mutu pendidikan serta menciptakan angkatan kerja yang berkualitas. Ketimpangan mutu pendidikan di Indonesia, akan menimbulkan jurang pemisah, terutama untuk daerah-daerah kawasan timur Indonesia dan selama ini sepertinya pendidikan dan sumberdaya manusia yang cukup berkualitas hanya terpusat di dua pulau yaitu Jawa dan Sumatera dan sebagian Sulawesi, sedangkan di luar kedua pulau tersebut peningkatan mutu pendidikan serta SDM dan perbaikan ekonomi masih jauh dari harapan, ketimpangan ini juga terlihat dari pendapatan perkapita   penduduk, menurut data yang dirilis UNDP bahwa pendapatan rata-rata per kapita di Jawa dan Sumatera adalah 3000 US$,  sementara di luar kedua pulau itu adalah 1000 US$. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan ekonomi dan kualitas SDM yang dimiliki dari angkatan kerja di Indonesia. Walaupun pendapatan perkapita tidak dapat dijadikan dasar untuk mengukur ketimpangan mutu SDM dan mutu pendidikan di Indonesia, tapi paling tidak mutu SDM dan pendidikan adalah salah satu tolok ukur kualitas angkatan kerja.  Angkatan kerja SD dan tidak tamat SD amat melimpah padahal demografi pendidikan yang dicanangkan dengan WAJAR 9 tahun merupakan produk angkatan kerja yang baik , tapi angkatan kerja  yang banyak dipekerjakan justru adalah SD dan tidak tamat SD. Walaupun sekolah kejuruan sudah diupayakan didirikan untuk menumbuhkan angkatan kerja berkualitas, selain itu pendidikan kejuruan D3 bermunculan dengan segenap keterampilan yang dimiliki, tetapi hal ini belum berhasil diserap untuk menumbuhkan angkatan kerja yang baik, justru tamatan pendidikan keterampilan masih banyak terjebak dalam kubangan pengangguran terpelajar.
Mutu manusia Indonesia tidak terlepas dari faktor pendidikan, dan pendidikan yang berkualitas harus ditopang oleh SDM pendidik yang mumpuni, celakanya pendidik yang berkualitas terutama tamatan dari lembaga /Universitas ternama enggan ditempatkan di daerah terpencil dan tersentral di perkotaan , dan kenyataannya pendidik di daerah terpencil hanya berpendidikan SMA itupun masih untung, ada saja yang mengajar hanya dibekali keberanian walaupun tidak tamat SMA. Selain itu mereka  hanya diupah uang lelah dari dana BOS maksimal sebesar  300.000 rupiah. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana mutu pendidikan mau berkualitas kalau yang pengajarnya saja masih kembang kempis bertarung dengan kehidupan yang layak.  Sehingga pendidikan yang disampaikan asal-asalan, walaupun ada jadwal mengajar yang telah disusun akan tetapi aplikasinya masih acak-acakan. Malah cenderung ada unsur pembiaran dalam proses pembelajaran yang diberikan. Hal ini dapat  disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya, ketimpangan ekonomi antar daerah, penghasilan yang tidak memadai, tempatnya jauh dan terpencil, serta sarana prasarana dalam proses belajar mengajar kurang mendukung. Selayaknya pendidik yang sudah dipekerjakan oleh pemerintah serta penempatannya tidak merata dan tidak mau ditempatkan di daerah terpencil di luar Jawa dan Sumatera, harus diupayakan agar pemerintah memberikan porsi lebih banyak dalam pengangkatan di daerah yang masih kurang tenaga pendidiknya. Hal itu diperparah dengan ketimpangan perlakuan antara Sekolah Negeri dan Sekolah Swasta, padahal keberadaan sekolah yang dikelola oleh lembaga atau yayasan  jumlahnya lebih banyak, dan disana terdapat tenaga kependidikan yang belum diperhatikan secara serius oleh lembaga atau yayasannya. Dan mereka cenderung diberi upah yang tidak layak dan terkesan asal-asalan, sehingga imbasnya kualitas peserta didik akan terabaikan.
Selain porsi tenaga kependidikan yang harus diperhatikan adalah bagaimana kepedulian pemerintah dalam menjaga aset SDM yang bermutu yang telah ada, jangan sampai sumberdaya yang baik dan berkualitas serta hasil susah payah negara dalam memberikan beasiswa kepadanya banyak dibajak oleh negara-negara yang sedang gencar meningkatkan sumberdaya manusianya. Kita  tak perlu menyalahkan mereka dan negara penampungnya, karena itu sudah pilihan hidupnya, dan mereka mencari dan mengharapkan penghargaan yang layak. Maka sudah saatnya pemerintah memberikan penghargaan yang layak bagi para guru, dosen dan peneliti kita walaupun terbentur anggaran yang tersedia tetapi hal ini harus diupayakan sekuat tenaga. Kalau negara mereka sanggup kenapa kita tidak. Dulu saja kita sanggup menjadi negara yang terkenal akan sumberdaya manusia yang berkualitas, tapi sekarang di era globalisasi serta disaat-saat persaingan bebas yang ketat antar negara kita nyaris terjerumus kedalam gulungan ombak keterbelakangan sumberdaya manusia.
Keterbelakangan mutu pendidikan juga tidak terlepas dari kebijakan kurikulum yang dirancang, kita telah terjebak oleh ketidak konsistenan dalam kebijakan kurikulum yang selalu berubah setiap berganti presiden dan menteri , sebut saja dari mulai sistem Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) sampai sekarang sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sudah berulang kali berubah-ubah, hal ini dapat berimbas terhadap keberhasilan mutu pendidikan di Indonesia. Karena kurikulum yang dibuat tidak dikaji sesuai jenjang waktu, proses pelaksanaannya dan evaluasi keberhasilan secara konprehensif. Kita tidak sadar bahwa keberhasilan mutu pendidikan dan sumberdaya manusia akan terlihat dengan rentan waktu yang cukup lama. Suatu hal yang kurang meyakinkan jika kita mengukur keberhasilan itu hanya dengan kurun waktu yang singkat. Untuk itu perubahan kurikulum perlu jeda waktu yang cukup lama serta perlu perencanaan (planing) yang jelas. Dan kenyataannya pendidikan yang digulirkan oleh pengambil kebijakan tidak mempunyai planing yang cukup jelas, antara strategi serta target yang ingin dicapai.
Dalam menghadapi tantangan global dan mengejar ketertinggalan kita dalam pengelolaan sistem pendidikan untuk menciptakan sumberdaya manusia yang handal, menurut saya perlu adanya kurikulum yang tepat dan akurat diantaranya menciptakan kurikulum gebrakan ( Soft Skill) diantaranya keterampilan, naluri peserta didik dalam berbahasa, berbudaya, nilai moral yang baik serta kewirausahaan dan lain-lain. Sebab selama ini kita selalu menerapkan pendidikan dengan kurikulum Hard skill, dimana peserta didik dituntut untuk mampu menghafal serta pandai secara akademik tanpa diimbangi oleh kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual. Padahal hard skill dapat menyumbangkan keberhasilan pendidikan sebesar 20 % saja sedangkan soft skill dapat menuyumbangkan keberhasilan pendidikan sampai 60 %.
Pembuat kebijakan hanya mengukur kecerdasan dari sejauh mana kemampuan peserta didik dalam menempuh ujian dengan nilai yang sudah distandarisasi dengan cara penyeragaman, tanpa melihat sejauh mana ketimpangan sumberdaya pendidik, serta sumberdaya manusia yang dimiliki oleh daerah tersebut. Hal yang perlu dicatat bila di Jakarta di target nilai standar 7,5  maka secara otomatis di daerah terpencil yang terbelakang dengan minim sarana dan prasarananya juga akan diberlakukan dengan  standar nilai rata-rata yang sama. Hal ini akan memicu keterpaksaan dari  lembaga pendidikan di daerah terbelakang tersebut untuk mengejar nilai yang telah ditetapkan dengan cara-cara yang tidak jujur. Dampaknya akan mengganggu psikologis dan perilaku pendidik dan peserta didik itu sendiri, sehingga kalau dibiarkan maka 25 tahun yang akan datang Indonesia akan menghasilkan sumberdaya manusia yang tidak percaya diri serta ketidak jujuran bukan barang yang aneh, dari buah sistem pendidikan yang kita terapkan saat ini.
Selain itu mutu pendidikan serta sumberdaya manusia hendaknya diupayakan agar setiap anak bangsa dapat menikmatinya secara merata tanpa pandang bulu, karena hakekatnya hak memperoleh pendidikan yang layak adalah hak warga negara seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945. Hal itu diperkuat oleh UU sistem pendidikan nasional Bab III pasal 4 ayat 1 yaitu pendidikan diselenggarakan secara demokratis  dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi  hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Sehingga sudah sewajarnya hak memperoleh pendidikan tidak tersentral di satu atau dua pulau semata. Selain itu hendaknya tidak ada lagi pengkotakan status sekolah serta peruntukannya. Saya melihat bahwa sekolah-sekolah bermutu cenderung dinikmati oleh orang-orang dari kalangan tertentu dikarenakan ada slogan bahwa pendidikan yang bagus adalah pendidikan yang biayanya mahal.  Masuk akal memang, tapi apakah tidak mendistorsi keinginan anak bangsa yang prestasinya bagus namun keterbatasan dana untuk menempuhnya.
Berangkat dari yang diutarakan saya diatas, pemerataan mendapatkan pendidikan adalah hal yang patut kita cermati, sehingga hal-hal yang akan mengakibatkan ketimpangan kualitas sumberdaya manusia yang muaranya ketertinggalan bangsa ini hendaknya menjadi buah pikiran seluruh elemen bangsa, sebab bukan tidak mungkin hal ini akan mengakibatkan kelemahan generasi kita dimasa yang akan datang.  Seorang ahli ekonomi dari Universitas Oxford berpendapat bahwa pada tahun 2050 Indonesia diprediksi akan menjadi negara super power di dunia. Menurut pendapat saya jika penangganan sumberdaya manusia dengan  memperhatikan pengelolaan pendidikan yang baik maka pada tahun 2025 Indonesia akan menjadi negara super power. Hal itu kita perlu bercermin terhadap keberhasilan Singapura dalam mengelola sumberdaya yang baik, kalau kita hitung dari mulai tahun 1965, berarti dalam jangka waktu 45 tahun mereka berhasil membangun sistem pendidikan dan SDMnya  dan menjelma menjadi raksasa ekonomi di Asia Tenggara bahkan di dunia. Saya berasumsi kalau Singapura yang minim sumberdaya alam dan luasnya hanya sepelemparan batu saja dibanding Indonesia sanggup  seperti itu, kenapa Indonesia yang luasnya jutaan kilometer persegi dengan sumberdaya alam yang melimpah dan jumlah penduduk yang banyak tak mampu melampauinya.
Kita menyadari pekerjaan ini adalah bukan pekerjaan yang mudah, disamping kita mempunyai wilayah yang sangat luas serta jangkauan antar daerah juga cukup sulit karena dikelilingi oleh lautan serta infrastruktur yang belum maksimal. Dan yang lebih rumit lagi kita dihadapkan terhadap SDM yang multi etnik. Akan tetapi semua itu tidak menjadi sebuah alasan sebab dengan teknologi informasi yang semakin pesat bukan suatu hal yang mustahil kita dapat berkomunikasi dengan tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Dan keragamanan etnik itu paling tidak dapat diantisipasi dengan pendidikan yang tidak mengenyampingkan kearifan lokal dalam kurikulumnya dan keragaman etnik justru akan menjadi modal dan kekuatan bangsa ini untuk menjadi bangsa yang besar. Suatu hal yang cukup cerdas jika dari awal pendidikan dasar dan menengah sampai pendidikan tinggi, peserta didik diarahkan kepada sejauh mana minat serta bakat mereka sendiri. Sehingga kedepan kita tidak kesulitan untuk mendapatkan teknokrat yang unggul, atlet yang disegani di dunia, negarawan yang menjadi panutan, seniman yang menjadi inspirator dan lain-lain. Selama ini peserta didik dipaksa untuk menekuni berbagai bidang ilmu dan akhirna peserta didik hanya mampu mendapatkan satu lembar ijazah tanpa ahli dalam satu bidangpun.
Untuk mencapai yang dicita-citakan bangsa ini yaitu menuju bangsa yang adil dan makmur tentunya perlu langkah-langkah yang tepat dalam pembangunan SDM utamanya pendidikan yang merata terhadap seluruh anak bangsa. Hal itu termaktub dalam visi dan misi pendidikan Nasional diantaranya, mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia,mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka  mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik  agar menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara  yang demokratis dan bertanggung jawab ( lembar tambahan UU Sisdiknas , hal 72-73).
    Perhatian serta kepedulian pemerintah terhadap pembangunan pendidikan dan sumberdaya manusia hendaknya memberikan ruang yang luas untuk segenap elemen bangsa dalam mendapatkan pendidikan yang layak dan bermartabat.  Dengan demikian ketimpangan pendidikan di Indonesia tidak terus menerus terjadi, dan jika penangganan SDM serta mutu pendidikan dapat dilakukan secara merata dan berkesinambungan maka tidak akan ada lagi kata iri hati dari sebagian elemen bangsa, atau merasa dianaktirikan dalam berbangsa dan bernegara, serta tidak merasa dilibatkan dalam pembangunan bangsa  yang dampaknya akan mengarah kepada disintegrasi bangsa.




Rabu, 09 November 2011

MENUMBUHKAN RASA KEPAHLAWANAN


Foto by Ticho Zone http://www.google.co.id/imgres?q=Bung+Tomo

Sangatlah mudah, ketika kita mengungkapkan kata “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai Jasa Para pahlawannya”, tapi kalau kita mendalami makna kalimat tersebut sangatlah dalam, sebab menghormati jasa para pahlawan bukan sekedar slogan atau acara seremoni yang digelar sepanjang tahun. Kita cenderung mengagungkan kata pahlawan tanpa menghargai perjuangan yang mereka perjuangkan. Bung Tomo menegaskan dalam pidatonya bahwa semangat perjuangan yang diberikan oleh para pemuda kala itu adalah semangat untuk melenyapkan penjajahan di bumi Surabaya khususnya dan umumnya NKRI. Bung Tomo mampu membakar semangat  heroik bagi kaum pemuda kala itu. Selepas membakar semangat pemuda seantero nusantara Bung Tomo tidak lantas berdiam diri tapi langsung memimpin pasukan tanpa pantang menyerah, hal ini yang dicontohkan oleh Bung tomo, bahwa seorang pemimpin mampu menjadi suri tauladan terhadap semua orang. Bung Tomo dan para kaum muda kala itu hanya satu tekad melenyapkan penjajahan di bumi pertiwi. Dalam salah satu pesan dalam pidatonya kala itu, Bung Tomo berujar, bahwa kemerdekaan adalah harga mati, dan perjuangan kita adalah perjuangan yang diridhoi oleh Allah, “biar darah ini mengalir dan jiwa melayang, tapi perjuangan kita semua akan dikenang sepanjang masa”, bukan hanya satu angan-angan dari bung Tomo dan pemuda kala itu tapi yang terpenting adalah biar nyawa melayang tapi anak cucu senang di masa yang akan datang.
Hampir puluhan tahun sudah perjuangan yang heroik itu berbekas dalam ingatan bangsa, dan perjuangan itu telah kita nikmati dengan berbagai kebebasan berbangsa dan bernegara, serta keamanan beribadah, mencari nafkah, serta 1001 macam kebebasan lainnya  yang kita kecap. Tapi pertanyaan yang muncul sudahkan kita menghargai segala jasa-jasa mereka yang telah berhasil membebaskan bangsa ini dari belengu penjajahan. Kenyataannya adalah kita belum mampu mengakselerasi tujuan dari para pahlawan kala itu, kita cenderung mendogma bahwa kebebasan yang kita raih adalah semata-mata karena takdir dari Allah tanpa diimbangi oleh rasa syukur yang disertai dengan kerja keras melawan penjajahan laten yang kita alami saat ini. Kita belum mampu menghargai jasa para pahlawan itu dengan usaha kita untuk mengantarkan bangsa ini menjadi bangsa yang besar yang disegani oleh-bangsa-bangsa lain di dunia. Kita masih berkutat pada tataran bangsa yang hanya mampu menghargai jasa para pahlawannya dengan upacara-upacara umum untuk mengenang tanpa berbuat banyak untuk kepentingan bangsa. Saya tidak anti terhadap pelaksanaan upacara-upacara itu, tapi sebaiknya segala upacara – upacara yang dilaksanakan tersebut, dihayati dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana mau menghayati makna upacara kalau lagu bagimu negeri saja lupa syairnya, bagaimana mau menghayati kalau ketika penghormtan kepada sang merah putih saja tangannya naik turun, sikapnya tidak sempurna. Sungguh dari hal yang sepele itu saja kita dapat menilai, sejauhmana bangsa ini menghargai jasa pahlawannya.
Kalau kita bertanya kepada siswa SD, SMP, atau SMA sekalipun, berapa persen yang hafal nyanyian  lagu wajib nasional, saya sempat prihatin ketika seorang publik pigur dalam salah satu tayangan di televisi tidak sanggup menyanyikan lagu wajib nasional, tetapi ketika ditanya lagu Ayu Tingting hafal 100 persen. Walaupun hal itu bukan ukuran kecintaan kita terhadap tanah air, tapi paling tidak itu adalah sebuah cerminan suatu bangsa dalam menghargai jasa pahlawannya. Saya tidak begitu heran jika orang yang ditanya itu adalah orang yang jauh dari pedalaman dan bukan kaum terpelajar.
Saya membayangkan kalau nyanyian wajib nasional saja tidak hafal, bagaimana kalau ditanya tentang nama pahlawan dan cerita perjuangannya, apalagi mau tau terhadap nasib para veteran perang yang dimasa tuanya kesepian dan tak ada yang mengiraukan apalagi menghargai perjuangannya.
Terlepas dari semua itu kita sebagai anak bangsa tak perlu menyalahkan siapa-siapa terhadap kondisi bangsa saat ini. Tapi yang perlu kita tanamkan saat ini adalah menumbuhkan jiwa kepahlawanan itu dalam diri kita masing-masing seperti yang dikobarkan bung Tomo kala itu. Kita sebagai anak bangsa wajib turut serta meneruskan cita-cita para pahlawan tersebut dengan cara bekerja keras dalam menghadapi berbagai ancaman bahaya laten yang nyata diantaranya penjajahan ekonomi, penjajahan akhlak lewat media, penjajahan korupsi dan lain-lain yang justru tantangannya lebih berat dari penjajahan kolonial saat sebelum kemerdekaan.  Peristiwa penjajahan tersebut jangan sampai terulang kembali saat ini,  dan semua itu kita harus terus berkaca terhadap perjuangan pahlawan serta terhadap sejarah yang telah terukir. Bung Karno telah mengamanatkan kepada kita, bahwa sebagai bangsa kita jangan lupa “Jas merah”.  Dan perjuangan yang akan kita hadapi  itu perlu perjuangan yang bercermin dari semangat para pahlawan ketika akan merebut kemerdekaan. Tidak ada kata pesimistis, tapi kita harus optimis bahwa bangsa ini dapat sejajar, bahkan lebih besar dari negara-negara lain di belahan dunia manapun.