Perikanan/Pertanian/Perkebunan

Cari Blog Ini

Rabu, 02 November 2011

BELAJAR DARI SEORANG ISTRI YANG SABAR


Ketika kawan saya mengendarai mobil, begitu tergesa-gesanya karena katanya takut tidak tepat waktu sampai ditujuan, dia tidak perdulikan kanan, kiri, belakang dan depan yang penting prinsip dia sama dengan prinsipnya pengendara bus antar kota. Ketika kepala mobil masih dapat masuk diantara deretan mobil menurutnya pasti seluruh badan mobil akan lolos dan berhasil menyalib. Saya was-was dibuatnya, walaupun memang ketika itu kami selamat sampai tujuan.
Dari kejadian itu saya dapat  pelajaran, ternyata ketika sampai di tujuan kami masih terlambat, dan di luar dugaan kedatangan kami tidak jauh berbeda dengan teman lain yang berangkatnya bersamaan, akan  tetapi tidak ngebut seperti kawan saya yang mobilnya saya tumpangi. Setelah saya cek perbedaan tiba kedua mobil tadi, ternyata hanya  10 menit. Perbedaan yang menurut saya tidak terlalu jauh, toh akhirnya sama-sama juga terlambat. Jika saja ada kejadian yang tidak diinginkan dari perjalanan tadi maka menurut saya paling tidak ada tiga hal yang hilang yaitu, kendaraan rusak, tidak dapat menghadiri acara, dan yang paling fatal seandainya terjadi kecelakaan dan merengut nyawa. Maka kerugian akan diderita teman saya, saya sendiri dan penumpang yang lain. Dari peristiwa itu kita dapat menarik hikmah bahwa ternyata kesabaran sangat diperlukan dari segala aspek. Kesabaran bukan hanya dapat menolong diri sendiri, akan tetapi kesabaran dapat menolong orang lain, makhluk sekitar serta dapat menolong kita baik di dunia dan akherat.
Tentang kesabaran, saya teringat akan peristiwa yang dialami kawan saya. Cerita ini diceritakan kepada saya dua bulan yang lalu, dan dia mempersilakan seandainya cerita ini disampaikan untuk kepentingan dakwah. Mudah-mudahan cerita ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Dan saya akan menceritakan kisah ini dengan gaya aku.
Dua tahun aku membangun mahligai rumah tangga, walaupun entah apa yang membuat aku menikah dengannya, jujur aku tidak tertarik padanya, sebab menurutku apanya yang menarik dari istriku, pengetahuan agama kurang, wajah biasa, cakap juga tidak, apapun menurutku  semuanya standar saja. Tapi pada akhirnya aku harus mencoba untuk menyayanginya dan  aku berusaha untuk menyadari bahwa ini sudah suratan dariNYA. Inilah resikonya ketika pasangan hidup ditentukan oleh pilihan orang tua. Terus terang aku memilihnya hanya karena aku tidak ingin membuat luka  hati kedua orang tuaku.
Rasanya lelah aku mempunyai pasangan hidup seperti istriku, segalanya serba harus ku bantu, cuma  satu hal yang dikerjakan istriku dan rutin dia kerjakan adalah mengikuti pengajian seperti tidak ada bosannya. Walaupun hati kecilku pernah berujar, istriku ahli beribadah. Tapi saat ini aku berpendapat segala macam yang istriku perbuat sama sekali tidak mampu memuaskan hatiku. Masakannya kemasinan, cuciannya kurang bilas, ngurus diri sendiri saja tak becus, dan aku perhatikan setiap yang istriku kerjakan semuanya salah dan salah.  Dalam sehari minimal aku bisa memarahinya seperti minum obat satu hari tiga kali, tapi aku akui istriku tak pernah menimpali perkataan yang aku lontarkan. Biasanya ketika aku ngerutuk, jawabanya adalah air yang keluar dari pelupuk matanya.  Pikirku,...ugh...dasar wanita...air mata jati senjata,..
Hari itu aku tidak berangkat kerja,..istriku berkata,.”pa...boleh ngak..ibu diantar ke pengajian, mumpung bapa ada?.,aku menjawab spontan,...jadi aku tidak disuruh istirahat ya,..biasanya khan tidak ada yang ngantar. Sendiri aja sana.!, istriku hanya diam tanpa menjawab perkataanku, dia hanya tersenyum, sembari berkata, pa ...ibu berangkat dulu ya,...seraya menghampiri  dan mencium tanganku. Dia berangkat dengan langkah gontai, dengan pakaian ala penganut syiah, dengan gamis dan jilbab panjang, dan sepengetahuanku hanya itu-itu saja yang dia pakai, dan membuatku bosan melihatnya. Taat sih taat,.. tapi kalau melihat penampilan seperti itu, siapa tidak pusing dibuatnya.  Memang dalam nukilan salah satu hadits para wanita tidak diperbolehkan berdandan berlebihan, tapi apa salahnya kalau memang untuk suaminya, menurutku sah-sah saja jika istriku besolek sedikit saja, jangan sampai aku dibuat malu oleh orang lain atas tindakannya.
Petang itu, hampir menjelang maghrib tak biasanya istriku belum pulang.  Walaupun aku tak biasa mengantarnya tapi hari itu firasatku kurang enak. Pikiranku negatif,  terang saja sebab ketika itu selain hujan gerimis, istriku sedang hamil tua sedangkan dia mengendarai kendaraan roda dua sendirian. Seculas-culasnya suami pasti khawatir terhadap istri yang sedang hamil tua dan mengandung anak pertama.
Dengan hati ikhlas tapi tak rela bercampur waswas, aku  beringsut menyusul istriku dengan perasaan ngedumel menyalahkannya, dalam hatiku berkata,  coba ..tadi khan sudah aku bilangin kenapa tak  mau memakai mobil, biar butut tapi khan ngak kehujanan, kalau sudah begini aku juga yang repot,  dasar istri kualat, gumamku. Padahal ketika istriku berangkat aku tidak pernah memberi izin istriku untuk memakai kendaraan roda empat, semenjak istriku menambrak trotoar setengah tahun setelah menikah.
Sampai di masjid dimana istriku tempat mengikuti pengajian, aku berhenti dan perasaanku lega sebab ku lihat ternyata masih banyak orang di masjid serta hadir bapak-bapak yang mau menjemput istrinya dan sepertinya orang berada, pengusaha dan orang-orang kantoran. Aku sempat keder, sebab aku hanya pengusaha kelas teri, namanya saja pengusaha kecil dan menengah.  Tapi aku cuek saja, sambil bertanya kepada pria perlente kepala plontos, pak belum pulang ya?,..Belum pak, ..jawabnya...katanya sih ada rapat setelah acara liqa’ jadi pulangnya terlambat. Oh...gitu ya...aku tersenyum sambil menganggukan kepala. Terpaksa menunggu  walaupun sudah tahu keberadaan istriku dan hujan mulai reda, tapi aku tetap menghawatirkannya, maka sambil menunggu istri masing-masing, aku ngobrol ngalor-ngidul.
Kulihat satu persatu jamaah keluar dari mesjid, aku perhatikan pakaian ibu-ibu pengajian itu begitu bagus-bagus dipadu jilbab yang rapi, make up yang manis plus sepatu mahal yang dipakainya. Dimana istriku...gumamku, seraya melihat ke arah pintu masjid,..nah..itu bidadariku, kulihat sosok wanita sederhana memakai gamis abu-abu, jilbab panjang warna putih berjalan gontai keluar dari masjid, seraya menghampiri teras mesjid mengambil sandal jepit yang terhimpit diantara sandal dan sepatu yang mewah.  Tak terasa...tes..tes...tes,..air mata meleleh dari kedua bola mataku. Aku tak tega melihat istriku memungut sandal jepit diantara tumpukan sandal dan sepatu yang mewah. Hatiku terketuk,..aku baru menyadari, betapa aku sibuk dengan kelemahan istriku, menonjolkan keburukan istriku, dan banyak menyalahkan istriku.  Sedangkan sandal istri saja tak pernah aku pikirkan, terlebih baju bagus. Padahal istri itu adalah perhiasan bagiku, yang wajib aku perhatikan seperti yang telah aku janjikan di dalam sighot taklik ketika aku ijab kabul. 
Aku baru sadar, betapa aku mendholiminya, aku telah menuntut banyak hal tapi tak pernah mencukupi kebutuhannya.  Bagaimana mau cantik kalau lipstik murah saja tidak ku belikan, bagaimana mau menarik jika baju saja cuma satu kali satu tahun aku belikan itupun di pasar loakkan, sudah wajar kalau makan kemasinan jika didapur cuma banyak garam sedangkan bumbu lain cuma segenggam. Sungguh salut aku pada bidadariku, biar uang belanja kutakari dia sanggup menutupinya dengan cara memberikan les privat matematika di komplek perumahan tanpa kata mengeluh.
Tak terasa, aku menanggalkan rasa maluku, diantara orang-orang yang melongo menatapku, aku berlari menghampiri bidadariku dan tanpa sepengetahuannya, kurangkul sambil menangis meledak sesegukkan. Aku sungguh beruntung mempunyai pendamping hidup sesabar dirimu, yang jika ditegur selalu menundukkan pandangan, tersenyum atau menangis manja.  Sekarang tak boleh lagi dirimu menagis karena ulahku, tapi menagislah karena rasa bahagia berdampingan denganku.
Dari kisah nyata ini kita beroleh pelajaran, begitu dahsyatnya kesabaran seorang istri yang mampu menaklukan hati seorang suami yang keras bagai batu. Keyakinan seorang istri dapat terwujud ketika istri pandai bersabar demi keutuhan rumah tangga. Saya pernah bertemu dengan istri si empunya cerita, menurutnya dia begitu lama mempelajari tabi’at suaminya, dan dia yakin bahwa suaminya punya dasar dan keturunan orang yang shaleh, dan dia yakin suaminya dapat menjadi baik jika dia sabar menghadapinya, dia telah membuktikan perkataannya serta berhasil menyadarkan suaminya.  
Sabar mudah diucapkan tapi sulit dilaksanakan, padahal sesungguhnya sabar adalah perintah Allah yang memberikan pahala jika kita kuat dalam melakukan kesabaran, difirmankan oleh Alloh  : “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu” (QS. Ali Imran [3]  200).
Selanjutnya dalam firman Alloh yang lain : “ Dan, sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar” (QS Al-Baqarah [2] :155)
            Seringkali kita tidak sabar ketika dihadapkan pada peristiwa yang sulit, padahal sesungguhnya kita sedang diberikan ujian yang hakekatnya dapat kita hadapi, sebab Alloh tidak pernah memberikan ujian di luar batas kemampuan diri kita. Ujian itu ibarat kita mengendarai kendaraan, kapan kita belok, kapan menginjak rem, kapan menginjak gas, dan kita harus dapat mengendalikannya dengan kesabaran serta kehati-hatian dalam mengendarainya.
Terakhir saya mengutip tulisan Dr Muhammad Syafi’i Antonio,MEc, “Sabar di zaman sekarang kuncinya 5 T yaitu :  Teguh pada prinsip, Tabah, Tekun, Tidak cepat putus asa, dan Tahapan menuju sukses”.

1 komentar: