Perikanan/Pertanian/Perkebunan

Cari Blog Ini

Rabu, 09 November 2011

PENGEMBANGAN TANAMAN KARET YANG KOMPETITIF DAN BERKESINABUNGAN

(Dari catatan seminar nasional “Pengembangan Sub Sektor Perkebunan Tanaman Karet”)

        Peningkatan daya saing perkebunan karet di pasar dunia merupakan hal yang harus terus diperjuangkan  karena selama ini karet Indonesia merupakan karet yang mempunyai kualitas yang kurang membanggakan di pasar internasional, walaupun dari segi produksi negara kita merupakan negara yang  mempunyai produksi karet serta luas areal tanaman karet cukup membanggakan, demikian  dikatakan Dr. Ir. Dedy Saleh (Dirjen Perdagangan luar negeri Kemendag RI) beberapa waktu yang lalu dalam seminar nasional  yang diadakan oleh IKAPERTA Program Studi Agribisnis UNSRI  bekerjasama dengan Managing Higrer Education For Relevance and Efficiency (I-MHERE) di Aula Bina Praja Propinsi Sumatera Selatan beberapa waktu yang lalu (31/10/11).

       Dalam sebuah seminar yang bertajuk Pengembangan Sub Sektor Perkebunan Tanaman Karet yang kompetitif dan berkesinambungan itu banyak hal yang perlu dicermati atau paling tidak kita ketahui bersama, yaitu dari semua pembicaraan  pemakalah kita dapat mengambil pelajaran bahwa ternyata masih banyak pekerjaan rumah pemerintah dalam memelihara kesinambungan perkebunan tanaman karet dan pemerintah dituntut  mampu mengerakkan stakeholder yang bersentuhan langsung dengan perkaretan di Indonesia agar karet Indonesia bukan saja  unggul dalam kuantitas, tapi unggul juga dalam kualitas.
      Dirjen Perdagangan yang juga alumni FP-UNSRI itu berpendapat bahwa perlu adanya antisipasi dalam menghadapi dampak krisis Eropa dan USA terhadap industri dan perdagangan karet di Indonesia, kekhawatiran ini dibuktikan dengan adanya  proyeksi pertumbuhan  ekonomi yang lamban di negara –negara Eropa dan USA saat ini. Walaupun hal itu dapat diantisipasi dengan adanya negara Emerging Market. Terbukti  selama Januari - Agustus 2011 pertumbuhan nilai eksport ke beberapa negara emerging market tumbuh pesat, diantaranya Afrika Selatan (93,3%), Iran (71,9 %), Rusia (61,1 %), dan Mesir (53,6%).
Walaupun kenyataannya kinerja eksport Indonesia secara kumulatif  selama Januari-Agustus 2011  mencapai US$ 134,8 miliar, meningkat 36,6% dibanding periode yang sama tahun lalu. Peningkatan eksport tersebut didorong oleh naiknya eksport non migas sebesar 31,4 % menjadi US$ 107,4 miliar. 

        Eksport  10 produk utama mengalami peningkatan kecuali  kakao, hal ini diakibatkan oleh eksport biji kakao menurun yaitu sebesar 46,7 %, sedangkan eksport kakao olahan mengalami peningkatan sebesar 93,8 %, hal itu sangat menggembirakan karena salah satu program pemerintah  dalam mendorong industri hilir terwujud. Kenaikan eksport 10 komoditi utama itu selain tekstil , yang mempunyai volume yang sangat besar serta diikuti oleh ekport  sawit, elektronik, dan karet diurutan keempat, serta diikuti oleh industri manufaktur yang lain, diantaranya produk hasil hutan, alas kaki, otomotif, kakao, udang dan kopi.  Dengan demikian untuk meningkatkan nilai tambah maka produksi karet harus bercermin pada keberhasilan produk kakao dan sawit. Sebab dengan adanya diversifikasi hasil kakao serta  kebijakan eksport CPO, berhasil meningkatkan nilai tambah serta mendorong penguatan eksport produk jadi.
      Karet di Indonesia merupakan komoditas eksport andalan perkebunan kedua setelah CPO, dan Indonesia merupakan negara penghasil dan pengekport karet alam urutan ke 2 setelah Thailand. Estimasi produksi karet di Indonesia pada tahun 2011 adalah 2,64 juta ton dengan luas lahan 3,45 juta hektar (Ditjenbun 2011). Sedangkan kontribusi eksport karet dan produk karet terhadap ekport non migas pada periode Januari-Agustus 2011 sebesar 9,51 %, dengan demikian menurut Dedy karet diharapkan menjadi penggerak roda pembangunan ekonomi melalui peningkatan mutu yang akan meningkatkan eksport.
      Sementara itu   Muhammad Supriadi ( dari pusat penelitian karet Sumsel) mengungkapkan bahwa jumlah uang beredar di Sumatera Selatan tahun 2010 saja tercatat Rp. 22,5 – 30 triliun/tahun atau 75-100 milyar/hari dari penjualan karet 750 ribu ton karet kering, hal ini perlu adanya penangganan khusus bagi industri karet di Indonesia.  Karena selama ini produksi karet terbesar dihasilkan oleh perkebunan rakyat, dan  produksi yang dihasilkan belum memuaskan, disebabkan dari mulai tatacara penyadapan sampai penangganan produksi karet mentah belum kompetitif di pasar dunia. Dalam rangka  meningkatkan daya saing perkebunan karet tersebut perlu dilakukan beberapa hal diantaranya   penerapan teknologi menuju usaha perkebunan yang berkelanjutan dengan upaya meningkatkan daya saing dan kesinambungan perkebunan melalui peningkatan produktivitas kebun dan efesiensi usaha, serta pencegahan kehilangan hasil, hal itu dapat diwujudkan melalui adopsi klon unggul dan rekomendasi teknologi, perbaikan teknis budidaya dan sistem manajemen, pengendalian penyakit dan gangguan hujan, percepatan program peremajaan, pengembangan karet pada lahan non-tradisional dan pengembangan diversifikasi produk dan industri hilir karet. Walaupun belum optimal hal itu telah dilakukan oleh pemerintah diantaranya usaha-usaha peningkatan produktivitas, penyediaan bibit unggul dan pengelolaan yang baik (Good Agricultural Practices).
     Dengan demikian, untuk peningkatan daya saing perkebunan karet melalui penerapan teknologi menuju usaha yang berkelanjutan menurut Prof.DR.Ir. Zulkifli Alamsyah,M.Sc (FP. UNJA) perlu langkah-langkah yang ditempuh, diantaranya :
1. Membangun kemitraan dalam pemasaran bokar harus didasarkan atas kebutuhan dan kesepakatan antara petani dan industri crumb rubber.
2. Kemitraan yang dibangun dari pihak petani akan lebih efektif bila melalui kelembagaan petani (kelompok tani)
3. Kemitraan yang dibangun sebaiknya memiliki legalitas dalam bentuk MoU antara kedua pihak dan disaksikan oleh instansi terkait.
4. Harus ada komitmen yang kuat oleh kedua belah pihak, terutama dari pihak petani sehingga tidak tergoda oleh trik-trik persaingan bisnis yang tidak sehat.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar