Perikanan/Pertanian/Perkebunan

Cari Blog Ini

Jumat, 21 Oktober 2011

SI GESIT YANG TAHAN BANTING

Ikan Nila di penampungan ikan
Membuat penasaran memang ketika dihadapkan kata gesit di depan sebuah kalimat. Padahal sesunguhnya hal ini hanya sekedar inspirasi saya karena diingatkan masa kecil saya ketika bertandang ke rumah leluhur saya  di salah satu kecamatan di Kabupaten Ciamis. Kabupaten Ciamis amat terkenal dengan kulinernya, saya teringat akan rasa buntilnya yang khas. Perlu diketahui buntil terbuat dari parutan kelapa yang tidak terlalu tua dicampur ikan teri dan bumbu yang khas serta dibalut oleh balutan daun singkong dan dikukus, maknyus rasanya. Selain kuliner, Ciamis adalah sentra produksi perikanan baik perikanan laut maupun budidaya air tawar, jangan diragukan lagi kalau sempat bertandang ke daerah Ciamis jangan lupa mencicipi ikan air tawar yang mempunyai cita rasa yang khas dibandingkan dengan daerah lain di Jawa Barat. Entah apa yang membuat rasanya khas, tapi menurut hipotesis saya dimungkinkan oleh tekstur tanah liat yang ada disana sehingga berpengaruh terhadap rasa ikan yang penuh cita rasa  tinggi dan setelah digoreng bisa disimpan beberapa hari lamanya walau di ruang terbuka sekalipun.
Berbicara tentang ikan air tawar maka saya teringat akan ikan Nila yang kala itu sekitar tahun 83-an sangat booming di daerah Ciamis, bukan perkara sulit jika hendak memancing dan ingin mendapatkan ikan Nila seberat 1-2 kilogram dikolam ikan, sebab mayoritas masyarakat disana gemar memelihara ikan ini. Untuk meretas keingintahuan saya tentang ikan nila kala itu, saya sempat bertanya selain kepada paman  saya yang jago membenihkan ikan juga kepada pembudidaya ikan lainnya serta litelatur yang saya baca. Sehingga tak elok rasanya apabila saya tidak mau berbagi tentang pengetahuan itu kepada anda.
Ikan Nila sebenarnya bukan ikan asli sungai-sungai di Indonesia. Nila (Oreochromis nilaticus) merupakan anggota keluarga besar tilapia. Leluhur nila hidup di sungai-sungai Mesir dan sebagian daerah Israel hingga perairan air tawar negara-negara di Afrika Tengah. Menurut Amarullah (2010) di negara Mesir Nila sudah dibudidayakan sejak 4000 tahun silam. Dibuktikan dengan adanya tulisan di daftar gardiner, yakni kumpulan lambang huruf (hieroglyph) mesir kuno, tilapia menempati urutan pertama dalam daftar ikan.
Keluarga tilapia ini terdiri atas tiga genus besar yakni Oreochormis, Sarotherodon, dan Tilapia. Dalam Genus Orechormis sendiri ada 30 species. Dua anggota Orechormis yang sangat populer di Indonesia adalah Nila dan Mujair atau Orechormis mozambicus. Tak diketahui kapan ikan tilapia ini masuk ke sungai-sungai di Indonesia. Lebih lanjut Amarullah (2010) mengatakan bahwa ikan Nila didatangkan ke Indonesia  dari Taiwan pada akhir tahun 1960-an. Ikan Omnivora ini sangat populer disana. Padahal sebenarnya ikan Nila (Wu Kuo) dalam bahasa Taiwan didatangkan dari Singapura pada tahun 1946.
Ikan nila merupakan ikan  budidaya yang paling penting di dunia. Berdasarkan data Badan Pangan Dunia (FAO) , total produksi Tilapia  dunia pada tahun 2010 adalah 3,7 juta ton. Indonesia berada di urutan kelima pemasok ikan Nila dan Cina merupakan negara di urutan pertama disusul Mesir, Thailand dan Filipina di urutan keempat. Padahal bibit nila baru diperkenalkan di Cina pada tahun 1978.
Rasanya tak sedap jika Indonesia negara ditengah laut serta perairan dalam (sungai) dengan  potensi budidaya perikanan yang sangat besar kita kalah langkah oleh Thailand dan Filipina, untuk itu kalau anda punya pekarangan yang luas atau sempit bahkan di daerah air payau sekalipun tak ada salahnya jika mau membudidayakan ikan ini karena  ikan nila mampu beradaptasi pada suhu dan keadaan air yang ekstrim. Untuk itu sejenak kita mengenal ikan ini walaupun tidak begitu mendalam.
Budidaya ikan nila  sesungguhnya dapat dilakukan sembarang, maksud saya dapat dilakukan hanya sekedar hobby, untuk dikonsumsi sendiri, atau untuk penghasilan tambahan, atau bisa jadi untuk usaha komersil. Membudidayakan ikan nila tidak memerlukan keahlian khusus karena penangganan ikan ini tidak serumit yang dibayangkan, istilah orang sunda “Talawengar lagrag usum hujan jadi mujaer” (Genteng jatuh musim hujan dapat berwujud jadi ikan Mujair nila), kalimat itu dilontarkan karena begitu mudahnya memelihara ikan ini.
Istilah itu mengena, bayangkan dari indukkan nila yang sudah matang gonad dapat menghasilkan telur 2000-2500 telur tergantung besar kecilnya ikan. Jika mortalitas  50% saja maka dapat menghasilkan benih ikan sebanyak 1000 ekor dan inipun jarang terjadi karena ikan nila langsung mengerami telur dimulutnya sendiri sampai larva hingga saat mengasuh, sehingga kemungkinan mortalitas tinggi tidak terjadi.
Ikan nila dapat hidup di temperatur 150C-200C walaupun pada kisaran suhu ini pertumbuhan ikan ini relatif lambat. Idealnya suhu 220 C -310C  ikan ini akan tumbuh pesat karena pada suhu ini akan membuat ikan nila terpacu  untuk doyan makan. Bahkan baru-baru ini DR. M Husni Amarullah,MSc (Kepala penelitian Ikan Nila)  dari Pusat Teknologi Produksi Pertanian telah melakukan pengujian penebaran ikan yang gesit dan lincah ini pada kolam dengan tingkat keasinan 10 parts per thousand dan benih-benih yang telah terseleksi pada kolam itu akan dilakukan penebaran di air payau dengan tingkat keasinan 20 parts per thousand dan ternyata ikan ini bertahan hidup, menurutnya tahun depan ikan ini akan dirilis ke lapangan.
Selanjutnya Amarullah mengatakan bahwa ikan nila berkembang optimum pada temperatur 250C-370C dan bahkan ada ikan nila jenis Tilapia mariae yang dapat bertahan hidup di suhu yang ekstrim. Ada juga ikan nila yang sanggup hidup di suhu yang dingin hingga 70C yakni Tilapia biru (Oreochoemis aureus). Maka tak salah kalau ikan ini dijuluki Si gesit yang tahan banting
Untuk pengembangbiakan ikan nila,dianjurkan perbandingan jantan dan betina adalah 1:3 ,dalam setiap m2 dibutuhkan empat sampai 5 pasang induk nila (5 jantan dan 20 betina). Dan untuk pembesaran ikan nila yang seperti dilakukan pak Iing (pembudidaya ikan) di Jatiluhur, bahwa tiap setengah hektar lahan dapat menghasilkan 2-3 ton ikan nila jika diusahakan secara intensif serta sistem proses jantanisasi /rekayasa genetik, (dapat dibaca dalam buku Trik Mempercepat Pertumbuhan Ikan Nila, karangan Wagi Soedarso). Sekedar informasi, menurut penuturan pak Iing (pembudidaya ikan) di daerah jatiluhur saja per hari membutuhkan benih ikan sebanyak 40 ribu ekor per hari. Dan menurutnya pasar ekspor sudah menunggu, dan pasar domestikpun belum terpenuhi.
Bagi yang hendak membudidaya  ikan nila di kolam, dianjurkan  untuk kolam tanah 1x1 m dapat menampung ikan 150-250 ekor ikan berukuran 3-5 cm atau ikan sebesar dua jari. Jika ikan sudah mencapai 90-100 gram/ekor maka jumlah ikan dalam kolam harus dikurangi sampai 50 %. Atau diusahakan setiap 1x1 m kolam dapat menampung 100-150 ekor. Jumlah ini sama juga dalam penerapan di jaring apung seperti yang dilakukan di waduk Jatiluhur.
Jika ingin membesarkan ikan lebih dari 250 gram/ekor maka jumlah ikan harus dikurangi setengah dari yang sudah ditebar tadi, kegunaannya agar tidak terlalu padat tebar. Untuk pemberian pakan pellet atau sejenis makanan lainnya diberikan paling tidak sebanyak 3x1  sampai 5-6  kali sehari dengan jarak pemberian 2-3 jam karena pemberian makan yang teratur akan mempengaruhi pertumbuhan ikan, dan pada hakekatnya ikan nila membutuhkan asupan makan yang cukup karena ikan ini tergolong ikan yang rakus dan tidak rewel dalam asupan makan karena tergolong omnivora, sehingga selain pellet ikan ini dapat diberikan makanan daun-daunan serta bungkil atau ampas bekas dari hasil industri kecil.
Pemberian pakan diusahakan minimal seberat 3- 5 persen dari berat badannya. Tapi jangan pula berlebihan karena akan mengakibatkan makanan terbuang percuma serta akan mempengaruhi kualitas air dan jika mengendap didasar kolam akan mengakibatkan mortalitas, contoh kasus diwaduk-waduk atau danau yang kerap terjadi kematian masal pada ikan, hal ini salah satunya disebabkan oleh munculnya endapan lumpur dari sisa-sisa makanan yang tidak termakan (terbuang) di dasar danau dan naik ke permukaan danau sehingga mengakibatkan kematian massal.
Jika sudah mencapai ukuran 0,25 – 1 kg atau tergantung keinginan, ikan nila siap dipanen. Pemanenan ikan nila sebaiknya dilakukan pada pagi atau sore hari pada saat cuaca tidak panas dan suhu stabil (tidak begitu tinggi). Tujuannya supaya ikan tidak terlalu kepanasan. Ikan dapat ditangkap dengan menggunakan seser halus, tangan, lambit, tangguh atau jaring.
Setelah dipanen, taruhlah ikan di dalam bak/tong/hapa selama 1-2 jam (untuk pengangkutan jarak dekat) dan diberok selama semalam (untuk pengangkutan jarak jauh dengan tujuan agar feses (kotoran) ikan keluar sehingga ikan nila tidak stress serta mutu dan kualitas dapat dipertahankan, selain itu ikan dapat dipasarkan dalam keadaan segar (tidak mati).
Jika anda ingin mengangkut dengan kantong plastik, sediakan oksigen dalam jumlah yang cukup. Caranya siapkan kantong plastik, berikan air 1/4 bagian dari kantong, isikan nila sebanyak 2-3 kg/kantong, berikan oksigen 2/3 bagian dari kantong. Pengemasan ini dilakukan apabila perjalanan angkut lebih dari 5 jam. Nah, mudah bukan?,  tunggu apalagi...mari membudidayakan ikan Nila sekarang juga.

Rujukan :
-------------- Wawancara dengan Iing Solihin (pembudidaya ikan),Purwakarta tanggal 27 Juni 2011.
Majalah Tempo , Ada Ikan Ayam di Air Payau, Edisi 10-16 Oktober 2011,hal 76
Sutisna Damhuri,(2011),Laba Tebal Budidaya Ikan lele di Kolam Terpal,Era book Publishing,ISBN : 978-602-96572-2-7
W Soedarso dan Santi,(2011),Jurus Sukses Besar Budidaya Gurame & Nila,Pustaka Araska Media Utama, Jakarta,ISBN :978-602-9072-19-8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar