Membangun Ketahanan Pangan (foto :Illustrasi) |
Terjadi perubahan cuaca yang berubah
setiap saat akan mengakibatkan terjadinya anomali cuaca yang tak dapat diduga setiap
saat dan hal ini memicu terjadinya musim tanam yang tidak beraturan, melaut
yang tidak menentu dengan hasil yang tidak optimal, produksi pakan ternak alami
terganggu, hal ini akan mempengaruhi berbagai macam produksi dari berbagai
sektor yang ada, sehingga akan mengakibatkan kerawanan pangan. Oleh sebab itu
peranan Badan Meteorologi dan Geofisika harus cepat dan tepat merilis prakiraan
cuaca kepada stakholder yang
berkepentingan dengan perubahan cuaca yang mendadak, karena kewajiban ini
adalah merupakan kewajiban BMKG sebagai perpanjangan tangan pemerintah untuk
memberikan prakiraan cuaca setiap saat. Kecenderungan yang ada informasi hanya
dapat diakses oleh kalangan yang memiliki media audio visual serta dapat
mengakses teknologi informasi, dan
informasi yang diberikan tidak diketahui oleh petani, nelayan, peternak, pembudidaya
ikan dan sejenisnya, yang bersentuhan langsung dengan kegiatan yang menghasilkan produk
pangan di Indonesia. Hal ini juga disebabkan informasi tidak diakses dan
disampaikan secara langsung melalui petugas yang berkepentingan dilapangan
diantaranya Petugas Lapangan, Penyuluh, Pamong Desa, dan lain-lainnya yang
langsung berinteraksi dengan masyarakat dan lembaga yang berkepentingan dengan
prakiraan cuaca di tingkat bawah.
Dalam menghadapi anomali iklim yang dampaknya terjadi el nina atau bisa juga terjadi La
nina hal ini perlu dilakukan langkah-langkah antisipasi oleh pemerintah
dalam rangka menjaga kestabilan stok pangan untuk mengantisipasi kerawanan
pangan di Indonesia. Maka pemerintah perlu menyediakan stok pangan yang cukup,
dan kenyataannya memang selama ini pemerintah pusat telah melakukan berbagai
upaya dalam mengamankan ketersediaan
pangan seperti yang pernah diutarakan oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi bahwa import yang dilakukan pemerintah adalah untuk
menyelematkan stok pangan dengan harga terjangkau. Akan tetapi kajian kebijakan
import yang dilakukan tidak diikuti oleh kebijakan yang diimbangi oleh
prakiraan cuaca yang diketahui sejak dini oleh Departemen yang berkaitan
langsung dengan kebijakan ketahanan
pangan, karena prakiraan cuaca juga perlu diketahui oleh pengambil kebijakan
import pangan diantaranya Deperindag , Deptan, Bulog dan Departemen lainnya
yang terkait. Kita tidak dapat
membayangkan dengan anomali cuaca yang dialami oleh Thailand dan Vietnam,
sehingga kedua negara tersebut terkena bencana banjir dan baru-baru ini
membatasi kebijakan eksport pangannya untuk menjaga ketahanan pangan di
negaranya. Dan ini akan menyulitkan posisi Indonesia dalam kebijakan importnya,
karena harus mencari negara alternatif diantaranya India dan China. Kitapun
belum mengetahui sejauhmana kurun waktu mereka berkeinginan untuk mengeksport
produk pangan ke Indonesia terlebih kedua negara itu mempunyai jumlah
penduduknya yang banyak dan tentunya membutuhkan pangan yang sangat banyak
sehingga kebijakan eksport yang dilakukan sewaktu-waktu dapat berubah. Hal ini
harus diimbangi oleh kemandirian pangan di Indonesia dan tidak terjebak oleh
ketergantungan terhadap import produk pangan, dan menyulitkan posisi Indonesia dalam kemandirian pangan. Salah satu
upaya dilakukan pemerintah pusat adalah program P2BN dalam rangka peningkatan
produksi beras di Indonesia.
Selain peran pemerintah Pusat, kemandirian pangan tidak lepas dari campur
tangan pemerintah daerah sebagai pemegang hak otonomi dalam memelihara
kelestarian lingkungan di daerahnya karena dampaknya sangat signifikan terhadap
perubahan iklim, maka peran pemerintah daerah dalam memelihara kelestarian
lingkungan hidup sangat mutlak, sehingga dapat mengurangi dampak kerusakan
lingkungan yang pengaruhnya akan berimbas terhadap anomali cuaca. Karena
prinsip otonomi daerah adalah pendewasaan daerah untuk mengurus dirinya sendiri
dan salah satu tujuan otonomi adalah untuk kemajuan daerah. Sehingga pemerintah
daerah berkewajiban memelihara lingkungan hidup di daerahnya.
Seandainya daerah mau mengambil langkah-langkah untuk stok pangan,
setidaknya setiap tiga bulan merilis laporan kemajuan ketahanan pangan di
daerahnya dan pemerintah daerah berusaha
mengantisipasinya. Seperti contoh
Kabupaten Talaud yang topografinya berbeda dengan daerah lain sehingga
harus ada kebijakan daerah untuk mengantisipasi kerawanan pangan secara khusus,
contoh lain kepulauan Saumlaki yang nun jauh disana serta kerap terjadi gempa
bumi inipun perlu antisipasi yang lebih awal dalam mengamankan ketahanan pangan
di daerah itu, dan banyak lagi kabupaten-kabupaten yang terpencil dan
infrastruktur belum memadai perlu adanya kecerdasan pimpinan daerahnya dalam
mengantisipasi kerawanan pangan.
Manajemen koordinasi perubahan cuaca yang perlu dilakukan adalah
langkah-langkah antisipasi dalam perubahan cuaca yang terjadi di daerah. Jika
kemarau panjang dan produksi turun maka perlu langkah koordinasi dari unit-unit
kerja di daerah sehingga dengan demikian ada kesinergian dalam mengantisipasi
kerawanan pangan di Indonesia. Begitu pula jika produksi naik perlu
langkah-langkah antisipasi agar tidak terjadi stok berlebih yang mengakibatkan
produktivitas rendah, sehingga pangan yang dihasilkan tidak meningkatkan nilai
tambah untuk perbaikan ekonomi. Artinya program pemerintah dalam mewujudkan
kreatifitas masyarakat serta diversifikasi pangan tidak terwujud sehingga
sektor hulu dan hilir tidak merasa diuntungkan dengan
kebijakan pemerintah daerah tersebut.
Bagaimana peran pemerintah daerah untuk mengantisipasi keputusasaan petani
dalam berusaha taninya, yaitu dengan cara memberikan kebijakan yang strategis
untuk menghadapi hal tersebut, diantaranya pemberian kredit usaha dengan bunga
kredit yang terjangkau, bantuan bibit unggul, serta kebijakan-kebijakan yang
lain untuk mendukung upaya ketahanan pangan di daerahnya. Bukan hal yang tidak
diperbolehkan jika pemerintah daerah menyediakan dana stimulus yang pro
terhadap ketahanan pangan bagi rakyatnya, baik di sektor pertanian, perikanan,
peternakan dan perkebunan, dan hal tersebut tidak perlu meminta rujukan dari
pemerintah pusat, karena kebijakan ini merupakan kebijakan yang secepatnya
harus diantisipasi.
Selain mengantisipasi terjadinya gejolak
ketahanan pangan yang diakibatkan oleh anomali cuaca maka pemerintah
daerah harus berusaha mendorong produk unggulan di daerahnya, jika daerahnya 50
% masyarakatnya bergerak dalam bidang perikanan dengan demikian pemerintah
daerah harus memberikan dorongan terhadap sektor perikanan, demikian juga pada
sektor-sektor yang strategis lainnya dengan demikian dapat menunjang
keberhasilan ketahanan pangan di daerahnya.
Upaya yang dilakukan pemerintah daerah untuk
menopang ketahanan pangan yang kokoh adalah bukan hal yang mustahil apalagi
sekarang kewenangan sudah berada di pihak pemerintah daerah, dan pemerintah
pusat hanya berwenang terhadap moneter, peradilan, agama, keamanan dan
pendidikan (UU Nomor 33 ), hal itu ditunjang dengan kucuran dana yang diberikan
oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sebanyak 500 trilyun yang
diserahkan dan untuk dikelola oleh daerah. Namun permasalahan yang muncul
apakah anggaran itu sudah benar apa belum. Karena kebijakan pembiayaan belanja
daerah terlebih ketahanan pangan di daerahnya adalah selain mutlak kewajiban
dari pemerintah pusat tapi disana ada kewenangan daerah untuk campur tangan
dalam kebijakan ketahanan pangannya. Tinggal adanya kebijaksanaan serta
kecerdasan dalam pengembangan daerahnya masing-masing. Dan kenyataannya memang
ada beberapa daerah yang berhasil dalam mengelola dana untuk ketahanan pangan
di daerahnya dan sebaliknya ada daerah yang belum berhasil ke arah itu.
Kewenangan
daerah dalam menjaga ketahanan pangan, menjaga kelestarian lingkungan hidup,
dan yang utama adalah pergerakan ekonomi dalam menjaga kestabilan ekonomi hal
ini tidak terlepas dari peran pemerintah daerah dalam menjaga iklim investasi
di daerahnya. Hal itu tidak lantas tertumpu kepada pemerintah daerah dan
organisasi bawahannya akan tetapi didukung oleh peran masyarakat dalam membantu
iklim investasi di daerahnya. Dalam UU 574 dikatakan bahwa rakyat harus membantu
iklim investasi ke daerahnya, dengan demikian rakyat turut menjaga hal tersebut
dengan cara memelihara keamanan di daerahnya dan tidak ikut serta memelihara
kekacauan di daerahnya, sehingga terlahir kemandirian rakyat dalam menjaga
kelestarian lingkungan hidup dan menciptakan iklim investasi yang sehat. Karena
kemandirian itu didorong oleh iklim kemandirian rakyat, contoh Propinsi Bali masyarakatnya
sadar akan peran sertanya dalam keamanan di daerahnya dengan cara menjaga
keamanan itu secara bersama-sama dicontohkan dengan hadirnya pecalang dalam membantu
menjaga keamanan di Bali, karena mereka sadar bahwa mereka hidup dari sektor
pariwisata. Contoh lain Singapura negara yang hampir 75 % mengandalkan sektor
pariwisata berusaha untuk membantu citranya dalam pembangunan investasi di
negaranya, jika kita menaiki taksi kemudian kita ketinggalan dompet maka kita
akan dikejarnya untuk mengembalikan dompet kita yang ketinggalan di jok tadi,
karena sopir taksi itu sadar bahwa dia dan negaranya hidup dari sektor
pariwisata. Jika hal tersebut diterapkan di seluruh daerah di Indonesia bukan
mustahil kemandirian rakyat akan terwujud dan dampaknya kestabilan ekonomi dan
akan berpengaruh nyata terhadap kemandirian ekonomi serta ketahanan pangan di
Indonesia. Sehingga kalau saya ambil contoh jika kabupaten kuat dengan sektor
perikanan maka masyarakat dengan pemerintah daerah harus berjibaku untuk
mendorong iklim investasi perikanan di daerahnya. Dan pemerintah daerah harus
terbuka dan transparansi dalam membangun ketahanan pangan di daerahnya.
Pemerintah
pusat dan daerah harus bersiap atau antisipasi sejak dini dalam rangka
pengamanan ketahanan pangan di daerah, gerakan itu diawali dengan langkah yang
sinergi dari tiap-tiap kementerian dan di daerah dari tiap-tiap badan dan
instansi dalam membangun ketahanan pangan di Indonesia.
Salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi dampak
anomali cuaca yang diakibatkan oleh perusakan lingkungan salah satunya adalah
upaya migitasi (pencegahan terhadap perubahan iklim), upaya ini cakupannya
sangat luas yaitu dalam jangka panjang berupa pemeliharaan hutan yang lestari
serta memelihara kawasan yang sudah ditetapkan menjadi kawasan hutan
terlindungi. Dengan cara memetakan peta geologi yang ditampilkan dalam
menghadapi perusakan lingkungan hidup. Bukan hanya hutan saja tetapi sungai
juga harus tetap dipelihara dengan penertiban terhadap perusakan sungai baik
pendangkalan karena pembuangan sampah sembarangan dan pembangunan yang tidak
ramah lingkungan, dengan cara pengaturan tata ruang yang telah diatur dalam
peraturan daerah. Dan itupun harus didukung oleh lapisan masyarakat diantara
masyarakat sadar terhadap pengusuran terhadap pemanfaatan lahan yang tidak
semestinya dilakukan. Selain itu peran pers dalam memberikan pencerahan
terhadap kebijakan yang dilakukan, karena selama ini penggusuran yang dilakukan
oleh pemerintah di daerah terlindungi dan merupakan resapan air dalam rangka
penyelamatan lingkungan hidup cenderung di
blow up oleh media seolah-olah hal tersebut tak selayaknya dilakukan oleh
pemerintah. Dan sebaliknya pemerintah terlalu mudah memberikan izin usaha atau
pendirian bangunan di daerah yang nota
bene harus dilindungi keberadaan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya
perambahan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar yang dijadikan lahan
perkebunan kelapa sawit. Dalam jangka panjang akibatnya akan berpengaruh
terhadap ketersediaan lahan hutan yang lestari. Karena dengan kondisi
lingkungan yang rusak akan berdampak terhadap iklim, dan iklim yang baik akan
berakibat terhadap ketersediaan pangan baik langsung maupun tidak langsung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar