Upah dan Peranannya terhadap Motivasi dan Kepuasan
Dalam Meningkatkan Kinerja Pekerja Perusahaan
Oleh : Dadang Rusnandar
A b s t r a k
Sistem upah dirasakan adil dan kompetitif oleh karyawan, maka perusahaan akan lebih mudah untuk menarik pekerja yang potensial, mempertahankannya dan memotivasi agar lebih meningkatkan kinerjanya, sehingga produktivitas meningkat dan perusahaan mampu menghasilkan produk dengan harga yang kompetitif, yang pada akhirnya, perusahaan bukan hanya unggul dalam persaingan, namun juga mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya, bahkan mampu meningkatkan profitabilitas dan mengembangkan usahanya. Upah cenderung mempengaruhi secara langsung motivasi dan kepuasan kerja akan membentuk kinerja yang baik, selanjutnya dengan kinerja yang baik dari pekerja pada gilirannya akan mempengaruhi efisiensi dan provitabilitas perusahaan.
Kata kunci : Upah , Motivasi , Kepuasan dan Kinerja
Pendahuluan
Pada berbagai bidang khususnya kehidupan berorganisasi, faktor manusia merupakan masalah utama disetiap kegiatan yang ada didalamnya. Hal ini dikarenakan adanya garis ketersinggungan atau interaksi antar individu itu sendiri, pada organisasi maupun pada teknologinya. Hal ini mengakibatkan kehidupan dinamik dalam suatu organisasi akan menjadi suatu dinamika itu sendiri. Produktivitas kerja merupakan suatu hasil kerja dari seorang karyawan. Hasil kerja karyawan ini merupakan suatu proses bekerja dari seseorang dalam menghasilkan suatu barang atau jasa. Proses kerja dari karyawan ini merupakan kinerja dari karyawan. Sering terjadi produktivitas kerja karyawan menurun dikarenakan kemungkinan adanya ketidaknyamanan dalam bekerja, upah yang minim dan juga ketidak puasan dalam bekerja.
Permasalahan tentang produktivitas kerja ini merupakan permasalahan umum yang terjadi pada setiap perusahaan. Kadang produktivitas kerja seorang karyawan cenderung menurun dan pengaruhnya adalah merosotnya suatu perusahaan. Bila tidak diatasi dengan baik maka perusahaan tersebut akan cenderung mengalami penurunan yang signifikan. Salah satu hal yang dapat menurunkan produktivitas pekerja adalah proses industrialisasi.
Proses industrialisasi yang bertumpu pada efisiensi dan keefektifan kerja sangat membutuhkan peran sumber daya manusia yang berkualitas, kebutuhan sumber daya manusia yang berkualitas ini menjadi isu yang sangat menonjol di Indonesia dewasa ini. Namun sejalan dengan itu industrialisasi sering pula membawa masalah lain dalam ketenagakerjaan seperti tuntutan kenaikan upah, ketidakpuasan dalam mutasi, promosi, motivasi, dan rendahnya kinerja pekerja.
Hal-hal seperti ini menjadi contoh konkrit betapa masalah ketenagakerjaan menjadi sesuatu yang sangat serius. Dewasa ini dengan semakin ketatnya persaingan bisnis mengakibatkan perusahaan dihadapkan pada tantangan untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidup. Oleh karena itu perusahaan harus mampu besaing, dan salah satu alat yang dapat digunakan oleh perusahaan adalah upah.
Jika sistem upah dirasakan adil dan kompetitif oleh karyawan, maka perusahaan akan lebih mudah untuk menarik pekerja yang potensial, mempertahankannya dan memotivasi agar lebih meningkatkan kinerjanya, sehingga produktivitas meningkat dan perusahaan mampu menghasilkan produk dengan harga yang kompetitif, yang pada akhirnya, perusahaan bukan hanya unggul dalam persaingan, namun juga mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya, bahkan mampu meningkatkan profitabilitas dan mengembangkan usahanya. Selanjutnya dikemukakan bahwa dalam menjalankan kegiatan usahanya, suatu perusahaan tentu membutuhkan berbagai sumberdaya, seperti modal, material, mesin, dan perusahaan juga membutuhkan sumber daya manusia, yaitu pekerja. Pekerja merupakan sumber daya yang penting bagi perusahaan, karena memiliki kemampuan tenaga, bakat, dan kreativitas yang sangat dibutuhkan oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya.
Sebaliknya pekerja juga mempunyai berbagai macam kebutuhan yang ingin dipenuhinya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan inilah yang dipandang sebagai pendorong atau penggerak bagi seseorang untuk bekerja atau melakukan sesuatu pekerjaan. Bagi sebahagian pekerja, harapan untuk mendapatkan uang atau upah adalah satu‐satunya alasan untuk bekerja, walaupun ada yang lain beranggapan bahwa uang atau upah hanyalah salah satu dari sekian banyak kebutuhan yang terpenuhi melalui kerja. Kebutuhan lain yang terpenuhi melaui kerja antara lain dengan bekerja akan merasa dihargai oleh masyarakat sekitarnya, akan memperoleh berbagai fasilitas dan simbol‐simbol status dari perusahaan dimana mereka bekerja. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kesediaan pekerja untuk mencurahkan kemampuan, pengetahuan, keterampilan, tenaga dan waktu, sebenarnya mengharapkan adanya imbalan dari pihak per‐usahaan yang dapat memuaskan kebutuhannya.
Menurut Ike Kusdyah Rachmawati (2007), upah menjadi alasan yang paling penting mengapa orang bekerja diantara alasan lain, seperti untuk berprestasi, berafiliasi dengan orang lain, mengembangkan diri, atau untuk mengaktualisasikan diri. Paling tidak 90 persen pertentangan antara pekerja dan majikan disebabkan oleh masalah upah, bukan yang lain. Ini menjadi bukti bahwa upah merupakan aspek yang penting. Lebih lanjut dikatakan bahwa dari sudut pandang perusahaan, memberikan upah menjadi salah satu faktor penting dalam meningkatkan kepuasan kerja, memotivasi pegawai, merangsang pegawai baru yang berkualitas untuk memasuki perusahaan, mempertahankan pegawai yang ada, dan meningkatkan kinerja.
Senada dengan itu, Suwarto (2003) mengemukakan bahwa upah merupakan salah satu aspek yang paling sensitif didalam hubungan kerja dan hubungan industrial. Antara 70 – 80 % kasus yang terjadi dalam hubungan kerja dan hubungan industrial mengandung masalah pengupahan dan berbagai segi yang terkait, seperti tunjangan, kenaikan upah, struktur upah, skala upah. Selanjutnya dikatakan bahwa dalam prakteknya masih banyak perusahaan yang belum memahami secara benar sistem pengupahan. Ada sementara yang beranggapan bahwa dengan melaksanakan upah minimum sudah merasa memenuhi ketentuan pengupahan yang berlaku, sehingga mereka berharap tidak akan terjadi masalah yang berkaitan dengan upah pekerja. Pemahaman semacam ini perlu diluruskan dengan mendalami makna dan pengertian upah minimum dan sistem pengupahan secara keseluruhan.
A. Pandangan Berbeda Tentang Upah
Masalah yang dapat timbul dalam bidang pengupahan adalah bahwa pengusaha dan pekerja pada umumnya mempunyai pengertian dan kepentingan yang berbeda mengenai upah. Bagi pengusaha, upah dapat dipandang sebagai beban atau biaya yang harus dibayarkan kepada pekerja dan diperhitungkan dalam penentuan biaya total. Semakin besar upah yang dibayarkan kepada pekerja, semakin kecil proporsi keuntungan bagi pengusaha.
Segala sesuatu yang dikeluarkan oleh pengusaha sehubungan dengan mempekerjakan seseorang dipandang sebagai komponen upah, misalnya uang tunai, tunjangan, pengangkutan, kesehatan, konsumsi yang disediakan dalam menjalankan tugas, pembayaran upah waktu libur, cuti dan sakit, fasilitas rekreasi. Dilain pihak, pekerja dan keluarganya menganggap upah hanya sebagai apa yang diterimanya dalam bentuk uang (take‐home pay) sebagai penghasilan menggunakan tenaganya kepada pengusaha.
Pada kenyataan menunjukkan bahwa hanya sedikit pengusaha yang secara sadar dan sukarela dan terus menerus berusaha meningkatkan kehidupan karyawannya, terutama pekerja golongan rendah. Dilain pihak pekerja melalui serikat pekerja dan atau dengan mengundang campur tangan pemerintah selalu menuntut kenaikan upah. Tuntutan seperti itu yang tidak disertai dengan peningkatan produktivitas kerja akan mendorong pengusaha :
(1) mengurangi penggunaan pekerja dengan menurunkan produksi
(2) menggunakan tekhnologi yang lebih padat modal dan
(3) menaikkan harga jual barang yang kemudian mendorong inflasi.
Masalah yang lain yang dihadapi dalam bidang pengupahan dewasa ini adalah rendahnya tingkat upah dan pendapatan masyarakat. Banyak pekerja yang berpenghasilan rendah, bahkan lebih rendah dari kebutuhan fisik minimum. Hal ini akan menyebabkan rendahnya produktivitas dan kinerja pekerja. Menurut Suwarto (2003) bahwa bagi pekerja, upah merupakan sumber pendapatan yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Oleh karena itu, sesuai dengan tujuan seseorang bekerja, maka melalui peningkatan upah kesejahteraan seseorang dapat ditingkatkan. Sebab apabila upah semakin besar, maka makin besar pula peluang seseorang untuk dapat memenuhi dan memperbaiki tingkat hidupnya, seperti pemenuhan kebutuhan akan sandang, pangan, papan, kesehatan, rekreasi dan lainnya. Sementara itu bagi pengusaha, upah merupakan biaya produksi. Oleh karenanya, setiap terjadi peningkatan upah maka akan terjadi peningkatan biaya.
B. Upah, Motivasi, Kepuasan dan Kinerja
Dalam manajemen sumberdaya manusia, upah sebaiknya dilihat sebagai investasi atau human investment. Sebagai human investment, kenaikan upah atau kesejahteraan tenaga kerja dapat dilihat sebagai perbaikan atau peningkatan kualitas sumberdaya manusia atau pekerja, yang hasilnya akan diperoleh kemudian.
Apabila perbaikan kesehatan dan gizi, perbaikan keterampilan melalui tambahan pendidikan, latihan, perbaikan disiplin, peningkatan semangat kerja, dan adanya ketenangan kerja, akan mendorong naiknya produktivitas dan kinerja pekerja. Selanjutnya dengan adanya semangat dan gairah kerja yang tinggi, maka rasa tanggung jawab, dedikasi, dan kreativitas inovasi dapat pula diharapkan meningkat. Sebaliknya, usaha menekan upah serendah mungkin, sering terbentur pada hal‐hal yang dapat mengganggu jalannya proses produksi perusahaan, selain dapat mengakibatkan unjuk rasa, pemogokan, keresahan dan sikap apatis, hal ini bertentangan pula dengan UU RI No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya mengenai pemberian upah minimal, dalam hal ini Upah Minimum Propinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK).
Dalam hubungannya antara upah dan kinerja, Gibson (1996), mengemukakan bahwa salah satu yang mempengaruhi kinerja individu yang sangat kuat adalah sistem balas jasa/upah organisasi atau perusahaan. Organisasi dapat menggunakan balas jasa/upah untuk meningkatkan kinerja saat ini, juga untuk menarik pekerja yang terampil untuk bergabung dalam organisasi atau perusahaan.
Dalam hal ini aspek upah menjadi penting, karena penghargaan (upah) akan menjadi efektif jika dihubungkan dengan kinerja secara nyata (Noe, 2000). Strategi upah yang efektif diharapkan dapat memberikan sumbangan pada terpeliharanya kelangsungan hidup satuan kerja, terwujudnya visi dan misi dan untuk pencapaian sasaran kerja.
Selanjutnya Feldman (1988) mengemukakan bahwa prinsip dasar manajemen menyatakan bahwa kinerja merupakan perpaduan antara motivasi yang ada pada diri seseorang dan kemampuannya dalam melaksanakan tugas pekerjaan : Kinerja = f (motivasi, kemampuan). Hal yang sama dikemukakan oleh Hellriegel (1989) menyatakan kinerja individu sebagai hasil perkalian atau fungsi dari motivasi dan kemampuan. Formula kinerja adalah sebagai berikut: Kinerja (p) = fungsi (kemampuan dan motivasi) atau performance = (ability x motivation). Secara spesifik Dessler (1997) menegaskan bahwa uang adalah faktor utama yang menggerakkan motivasi seseorang untuk berprestasi. Disisi lain, karateristik kepuasan berkaitan erat dengan faktor‐faktor yang membangkitkan atau memulai perilaku (Gitosoedarmo & Sudita, 1997).
Dari teori‐teori yang dikemukakan pada pakar di atas dapat disimpulkan bahwa upah cenderung mempengaruhi secara langsung motivasi kerja, dan kepuasan kerja yang akan membentuk kinerja yang baik, selanjutnya dengan kinerja yang baik dari pekerja pada gilirannya akan mempengaruhi efisiensi dan provitabilitas perusahaan. Pola hubungan upah, kepuasan kerja dan motivasi kerja, dalam arti seberapa besar kekuatan upah mempengaruhi kepuasan kerja, dan seberapa tinggi kemampuan upah mempengaruhi motivasi kerja, telah dikaji oleh Igalens & Roussell (1999). Hasilnya, semua dimensi paket upah, kecuali benefit, menunjukkan hubungan signifikan dengan kepuasan dan motivasi.
Penelitian Kovach (1995), menghasilkan ranking faktor yang mempengaruhi motivasi pekerja untuk bekerja yaitu : bekerja itu penting, memiliki apresiasi penuh dalam bekerja, perasaan memiliki sesuatu, keamanan kerja, tingkat upah yang baik. Beberapa peneliti dalam Panggabean (2004) : mengungkapkan bahwa penghargaan dapat mempengaruhi tingkat motivasi karyawan (Lawler, 1984). Hasil penelitian Herpen, Praag, dan Cools (2003) menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara kompensasi/upah dengan motivasi.
Maryanto (2004) dalam penelitiannya menyatakan bahwa imbalan berpengaruh secara positif terhadap motivasi kerja pekerja. Selain dari pada itu penelitian yang dilakukan oleh Arianto (2004), dan Guritno & Waridin (2005) mengemukakan bahwa kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja pekerja. Dan studi yang dilakukan oleh Madu (1996) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara kepuasan kerja pekerja dengan kinerja, baik untuk perusahaan besar maupun perusahaan kecil. Kinerja pekerja dapat ditingkatkan melalui berbagai upaya yang dilakukan oleh perusahaan maupun usaha pekerja itu sendiri. Kinerja yang baik merupakan kebutuhan pekerja itu sendiri, disamping itu untuk mendukung tujuan yang ingin dicapai perusahaan.
Kesimpulan
Upah dapat digunakan sebagai alat untuk memotivasi karyawan untukmeningkatkan prestasi kerja mereka dan merangsang para karyawan untukmberperan aktif dalam peran pencapaian tujuan perusahaan. Selain itu, upah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja karyawan.Oleh perusahaan, upah sebaiknya dilihat sebagai investasi atau human investment. Sebagai human investment, kenaikan upah atau kesejahteraan tenaga kerja dapat dilihat sebagai perbaikan atau peningkatan kualitas sumberdaya manusia atau pekerja, yang hasilnya akan diperoleh kemudian. Apabila perusahaan melakukan perbaikan atau peningkatan upah, perbaikan kesehatan dan gizi, perbaikan keterampilan melalui tambahan pendidikan, latihan, perbaikan disiplin, peningkatan semangat kerja, dan adanya ketenangan kerja, akan mendorong naiknya produktivitas dan kinerja pekerja.
Pengaruh upah terhadap pekerja sangatlah besar. Motivasi kerja yang tinggi, kepuasan kerja, kinerja, dan juga keresahan, loyalitas, pekerja, banyak dipengaruhi oleh upah,
DAFTAR PUSTAKA
Armstrong M., 1992. A Hand Book of Human Resources Management, Terjemahan, Jakarta : Elex Media Kamputindo.
Belante, Don and Jackson, Mark, 1983, diterjemahkan oleh Wimandjaya K L dan M.Yasin, Ekonomi Ketenagakerjaan, edisi kedua, Jakarta, LPFE UI.
Borjas, George J, 2000, Labour Economics, Secon Edition, Harvard University, United States : Irwin McGraw‐hill‐Inc.
Faustino Cardoso Gomes, 2003, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta ,
Andi Offset.
Ike Kusdyah Rachmawati, 2007, Manajemen Sumberdaya Manusia, Yogyakarta , Andi Offset.
Michael Armstrong dan Helen Murlis, 2003, Reward Management, Jakarta , PT.Bhuana Ilmu Populer.
Ninuk Muljani, 2002, Kompensasi Sebagai Motivator Untuk Meningkatkan Kinerja Karyawan, Jurnal Manajemen & Kewirausahaan Vol.4.
Sonny Sumarsono, 2003, Ekonomi Manajemen Sumberdaya Manusia dan Ketenagakerjaan, Yogyakarta, Graha Ilmu.
Suyadi Prawirosentono, 2008, Kebijakan Kinerja Karyawan, Yogyakarta, BPFEYogyakarta.
Suwarto, 2003, Hubungan Industrial Dalam Praktik, Jakarta, Asosiasi Hubungan Industrial Indonesia.
Simamora Henry, 2006, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta, STIE YPKN.
Tjutju Yuniarsih & Suwatno, 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung, Alfabeta.
Veithzal Rivai, 2004, Manajemen Sumberdaya Manusia untuk Perusahaan Dari Teori ke Praktik, Jakarta, Murai Kencana
Nuzsep Almigo, 2008, Hubungan Antara Kepuasan Kerja Dengan Produktivitas Kerja Karyawan. Fakultas Psikologi Universitas Bina Darma Palembang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar